Senin, 25 April 2016

MEDIA MASSA DAN PROSES SOSIALISASI

MEDIA MASSA DAN PROSES SOSIALISASI
Media Massa dan Proses Sosialisasi
Tanpa mengikari fungsi dan maafaat media massa dalam kehidupan masyarakat, disadari adanya sejumlah efek sosial negatif yang ditimbulkan oleh media massa. Karena itu media massa dianggap ikut bertanggung jawab atas terjadinya pergeseran nilai-nilai dan perilaku di tengah masyarakat seperti menurunnya tingkat selera budaya, meningkatnya kejahatan, rusaknya moral dan menurunnya kreativitas yang bermutu.
Efek negatif yang ditimbulkan oleh media massa terutama dalam hal delinkuensi dan kejahatan bersumber dari besarnya kemungkinan atau potensi pada tiap anggota masyarakat untuk meniru apa-apa yang disaksikan ataupun diperoleh dari media massa. Pengenaan (exposure) terhadap isi media massa memungkinkan khalayak untuk mengetahui sesuatu isi media massa, kemudian dipengaruhi oleh isi media tersebut. Bersamaan dengan itu memang terbentang pula harapan agar khalayak meniru hal-hal yang baik dari apa yang ditampilkan media massa.
Hampir setiap hari umumnya masyarakat dihadapkan pada berita dan pembicaraan yang menyangkut perilaku kejahatan seperti pembunuhan, perampokan, perkosaan dan bentuk-bentuk yang lain. Akibat logis dari keadaan tersebut bahwa segala sesuatu yang digambarkan serta disajikan kepada masyarakat luas dapat membantu dan mengembangkan kemampuan menentukan sikap pada individu-individu di tengah masyarakat dalam menentukan pilihan mengenai apa yang patut ditempuhnya untuk kehidupan sosial mereka.
Pemberian masalah kejahatan melalui media massa mempunyai aspek positif dan negatif. Pengaruh media massa yang bersifat halus dan tersebar (long term impact) terhadap perilaku seolah-olah kurang dirasakan pengaruhnya, padahal justru menyangkut masyarakat secara keseluruhan.
Hasil dari berbagai penelitian menyatakan bahwa efek langsung komunikasi massa pada sikap dan perilaku khalayaknya, kecil sekali, atau belum terjangkau oleh teknik-teknik pengukuran yang digunakan sekarang.
Media Massa sebagai Agen Sosialisasi
Kemungkinan dan proses bagaimana terjadinya peniruan terhadap apa yang disaksikan atau diperoleh dari isi media massa dapat dipahami melalui beberapa teori. Yang pertama adalah teori peniruan atau imitasi. Kemudian teori berikutnya tentang proses mengidentifikasi diri dengan seseorang juga menjelaskan hal yang sama. Sedangkan teori social learning mengungkapkan faktor-faktor yang mendorong khalayak untuk belajar dan mampu berbuat sesuatu yang diperolehnya dari interaksi sosial di tengah masyarakat.
Memang teori-teori tadi belum tuntas sepenuhnya dalam memaparkan perihal peniruan terhadap isi media massa. Namun konsep-konsep pokok yang diajukan oleh masing-maisng teori itu kurang lebih dapat membantu kita untuk memahami terjadinya peniruan yang dimaksud dalam hubungan bahasan kita di sini yang merupakan faktor penting dari efek sosial yang ditimbulkan oleh media massa.
Studi pertama tentang efek TV yang dilakukan dengan lengkap adalah yang disebut Payne Fund Studies Film and their Effect on Children, yang berlangsung selama empat tahun 1929-1932. Hasil studi ini sebanyak dua belas jilid telah diterbitkan oleh Macmillan di antara tahun 1933-1935.
Pada tahun 1961, UNESCO menerbitkan sebuah bibliografi beranotasi The Influence of the Cinema on Children and Adolescent yang berisikan 491 buku, artikel dan jurnal.
Charters (1934) mengemukakan bahwa pada tahun 1930, tiga tema besar film yang dipertunjukkan adalah: cinta (29,6%), kejahatan (27,4 %) dan seks (15,0%). Ke dalam kategori kejahatan yang 27,4% itu, terutama isinya adalah mengenai: pemerasan, extortion, penganiayaan, dendam dan pembalasan.
MEDIA MASSA DAN WANITA
Media Massa dan Persepsi tentang Gender
Proses sosialisasi yang dilalui oleh setiap anggota masyarakat ada yang berlangsung secara formal, yaitu melalui sekolah dan pendidikan lainnya. Tapi adapula yang berbentuk informal yaitu yang diperoleh melalui keluarga, kerabat, dan pergaulan dengan teman sebaya.
Media massa dapat berperan dalam proses sosialisasi itu baik yang informal, yaitu ketika media dikonsumsi dalam situasi dan untuk keperluan di rumah. Namun media dapat pula berperan dalam sosialisasi formal, yakni ketika mengikuti pendidikan melalui media atau apa yang disebut sebagai pendidikan jarak jauh.
Stereotip Wanita dalam Media Massa
Media massa memberikan banyak hal yang dapat diserap oleh setiap anggota masyarakat antara lain ikut membentuk perilaku anggota masyarakat tersebut. Proses ini sebenarnya sudah dimulai pada permulaan kehidupan seseorang adalah keluarga, sekolah tempat kerja lingkungan sosial dan media massa. Keluarga adalah sumber pertama, karena dari keluargalah, seseorang mendapatkan nilai-nilai dan norma-norma dalam hidupnya.

Seputar Paradigma Sosiologi dan Komunikasi

Seputar Paradigma Sosiologi dan Komunikasi
Paradigma sosiologi terbagi tiga: Pertama, fakta sosial yang mencakup pranata sosial (misalnya, norma khusus secara material dan egoisme intersubyektif secara nonmaterial) dan struktur makro masyarakat. Kedua, prilaku sosial (misalnya, pengulangan tingkah laku). Ketiga, definisi sosial yang mencakup aksi sosial, interaksi sosial dan fenomena sosial. Sementara interaksi sosial mencakup kontak sosial dan komunikasi (Soekanto, 2006). Dari sinilah diskursus sosiologi dalam kerangka menganalisis fenomena komunikasi dimulai. Artinya, komunikasi bersifat sosiologis berupa interaksi antarmanusia yang berkembang via simbol pikiran melalui ruang dan waktu. Bentuknya bisa berupa ekspresi wajah, sikap, nada suara, bahasa tubuh, kata-kata, tulisan dll. Serta media massa dilihat sebagai agen sosialisasi dan pembelajaran sosial.
Relasi antara sosiologi dengan komunikasi ini sebenarnya telah tampak pada pemikiran beberapa sosiolog generasi awal. Pertama, George Wilhelm Friedrich Hegel (1770 – 1831) asal Prussia (Jerman) mengemukakan konsep dialektika: sejenis cara berpikir dan citra dunia berdasarkan proses; relasi; dinamika konflik; kontradiksi. Pemikiran Hegel dibantah oleh bekas muridnya Karl Marx (1818 – 1883). Singkatnya, Marx mengubah dialektika idealisme Hegel menjadi dialektika materialis. Artinya, menurut Marx bukan kesadaran yang menentukan kenyataan. Tetapi sebaliknya kenyataanlah yang menentukan kesadaran. Itulah tafsir materialis terhadap fenomena sosiologis. Perkembangan berikutnya, awal abad XX giliran Marx yang digugat oleh Jurgen Habermas. Tokoh Frankfurt School aliran kritis ini mengatakan Marx gagal memahami hakekat interaksi sosial yang terbagi dua: tindakan rasional-purposif (kerja) yang selama ini jadi pusat kajiannya dalam karyanya Das Capital dan tindakan komunikatif (interaksi) yang luput dari perhatiannya. Paham ini mengatakan: “communication as a reflective challenge of unjust discourse” (Griffin, 2006).. Kedua, August Comte (1798 – 1857) yang pemikirannya didasari oleh dua pokok persoalan sosiologis yaitu: struktur sosial (social statics) dan perubahan sosial (social dynamic). Tetapi ia lebih memusatkan perhatian pada yang terakhir ini. Ia mengatakan perkembangan perubahan sosial melalui tiga tahap: teologis; metafisis; positivistis. Sosiolog Perancis yang lebih dikenal sebagai Bapak Sosiologi Positivistis ini mengatakan bahwa sosiologi adalah sejenis fisika sosial dengan karakter: obyektif; fenomenologis; reduksionis; naturalis. Ketiga, Emile Durkheim (1858 – 1917) yang memusatkan perhatiannya pada dua jenis fakta sosial: materi (birokrasi dan hukum) dan nonmateri (budaya dan institusi sosial). Yang terakhir ini terbentuk oleh interaksi sosial karena didorong oleh kesadaran kolektif atau moralitas bersama (Bungin, 2008). Keempat, Talcott Parsons (1902 – 1978) adalah sosiolog AS yang belajar di Jerman menganut paham struktural-fungsional dengan tiga premis: (1). masyarakat adalah suatu sistem secara keseluruhan yang terdiri atas bagian-bagian yang saling tergantung; (2) sistem menentukan bagian-bagian; (3). bagian-bagian itu dipahami dalam kaitan fungsinya terhadap keseimbangan sistem secara keseluruhan (Hoogvelt, 2008)
Sementara paradigma komunikasi terbagi dua, yaitu: Pertama, paradigma lama yang terdiri dari satu paradigma mekanis yang dipengaruhi oleh fisika klasik. Intinya, komunikasi dimaknai sebagai proses mekanistis antarmanusia dengan lokus pada channel (saluran komunikasi). Artinya, pesan mengalir melintasi ruang dan waktu dari komunikator ke komunikan secara simultan berdasarkan logika sebab-akibat. Tekanannya pada efek, metode eksperimental dan kuantitatif. Kedua, paradigma baru yang terdiri dari tiga paradigma. Diantaranya: (1). paradigma psikologis yang dipengaruhi oleh psikologi sosial yang melihat komunikasi sebagai mekanisme internal penerimaan dan pengolahan informasi dalam diri manusia dengan lokus pada filter konseptual individu ybs. Artinya, komponennya bukan lagi komunikator dan komunikan sebagai mana pada paradigma mekanis. Tetapi pada stimulus dan respon yang masih menggunakan metode eksperimental dan kuantitatif. Berikutnya (2). paradigma interaksional yang dipengaruhi oleh sosiologi, khususnya interaksi simbolis. Di sini komunikasi dimaknai sebagai interaksi antarmanusia dengan lokus peran sosial individu ybs dalam konteks tindakan sosialnya. Metode yang dipakai cenderung fenomenologis dengan analisis kontekstual dan kualitatif. Terakhir, (3). paradigma pragmatis yang juga dipengaruhi oleh sosiologi, khususnya teori sistem sosial. Singkatnya komunikasi dipahami sebagai prilaku yang berurutan berupa pola interaksi, sistem, struktur dan fungsi dengan lokus pada sistem sosial tempat individu ybs tersosialisasikan. Metode yang dipakai hanya analisis kualitatif (Fisher, 1990).

III. Teori Komunikasi dan Teori Komunikasi Massa
Mengutip EM Griffin terdapat delapan pendekatan teoritis dalam ilmu komunikasi sebagai berikut: (1). communication as interpersonal influence (socio – psycholological tradition); (2). communication as information processing (cybernetics tradition); (3). communication as artful public address (rhetorical tradition); (4). communication as the process of sharing meaning through sign (semiotic tradition); (5). communication as the creation and enactment of social reality (socio – cultural tradition); (6). communication as a reflective challenge of unjust discourse (critical tradition); (7). communication as the experience of self and others through dialogue (phenomenological tradition); (8). communication as people of character interacting in just and beneficial ways (ethical tradition)” (Griffin, 2006).
Dengan demikian, kalau komunikasi dimaknai sebagai: the management of messages with the objective of creating meaning maka komunikasi massa dimaknai sebagai: the process of creating shared meaning between the mass media and their audience. Serta ada empat teori komunikasi massa yang perlu dikaji lebih dahulu sebelum memasuki kerangka teoritis yang lebih spesifik: Pertama, teori ilmu pengetahuan sosial yang berkaitan dengan sifat dasar, cara kerja dan pengaruh komunikasi massa berdasarkan observasi sistematis yang bersifat obyektif. Kedua, teori normatif yang merupakan cabang filsafat sosial, menelaah bagaimana seharusnya peranan media massa dengan serangkaian nilai-nilai sosial yang ingin dicapai dan diterapkan. Ketiga, teori praktis berbicara tentang tujuan media massa, cara kerja yang seharusnya diterapkan yang sesuai dengan prinsip ilmu pengetahuan sosial yang sifatnya lebih abstrak. Serta cara-cara pencapaian beberapa sasaran tertentu. Keempat, teori akal sehat adalah gagasan yang dimiliki setiap orang dengan begitu saja melalui pengalaman langsung dalam masyarakat (McQuail, 1991).


IV. Media Massa, Masyarakat dan Sistem Sosial
Terdapat enam kerangka konseptual-teoritis untuk membahas fenomena eksistensi media massa dalam masyarakat dengan sistem sosial yang berbeda: Pertama, teori otoriter: pers tunduk pada kekuasaan negara dan kepentingan kelas penguasa. Sejarahnya berawal dalam sistem monarki feodal atau masyarakat prademokratis diktator. Kedua, teori pers bebas: diprakarsai oleh masyarakat liberal borjuis kapitalis yang terlihat pada amandemen pertama konstitusi AS. Intinya, kongres tidak boleh membuat UU yang akan membatasi kebebasan mengeluarkan pendapat termasuk melalui pers. Sebab itu merupakan hak mutlak warga negara. Ketiga, teori tanggung jawab sosial: inisiatifnya berasal dari the commission on freedom of the press AS yang melihat pers bebas telah gagal memenuhi janjinya akan kebebasan pers demi kemaslahatan masyarakat. Sebab masyarakat tidak punya akses ke pers yang dikuasai oleh kelas pemilik modal. Keempat, teori media soviet: postulat dasarnya pada warisan pemikiran Marx dan Engels yang diaplikasikan oleh Lenin. Marx mengkritik para filsuf sebelumnya yang hanya menafsirkan sejarah dunia. Padahal tugas sebenarnya adalah bagaimana mengubahnya (Sztompka, 2008). Salah satunya melalui indokrinasi via media massa yang difungsikan sebagai alat propaganda yang dikuasai dan dikendalikan oleh kelas proletar via partai komunis. Kelima, teori media pembangunan: khusus bagi negara-negara dunia ketiga yang lebih menekankan program pembangunan. Media massa adalah mitra pemerintah dan berfungsi untuk menyebarluaskan nilai-nilai pembangunan. Bahkan dijadikan kajian akademik tersendiri bernama komunikasi pembangunan di perguruan tinggi. Keenam, teori demokratik-partisipan: terjadi pada masyarakat liberal. Komunikasi yang dikehendaki bersifat horizontal, bukan vertikal. Muncul karena frustasi melihat parpol gagal menjalankan fungsi komunikasi politiknya. Serta kecewa baik pada pers bebas maupun pers media pembangunan. Jika yang pertama karena semata-mata berorientasi pasar maka yang kedua terjebak dalam belitan birokrasi yang korup (McQuail, 1991).

VI. Media Massa dan Komunikasi Publik dalam Masyarakat
Intinya, melihat bagaimana kerja komunikasi publik yang dilakukan oleh media massa dalam masyarakat. Ada tiga hal yang merupakan masalah sosiologi terlibat dalam kajian ini, yaitu: kekuasaan, integrasi sosial dan, perubahan sosial. Dari ketiganya akan dibahas pula tiga variannya: Pertama, dominasi (domination): media massa dikuasai dan dikendalikan oleh kelas dominan yang bersifat kohesif-sentripetal. Integrasi sosial tercapai karena adanya homogenisasi informasi, tetapi kontrol masyarakat via media massa atau media massa via masyarakat pada penguasa terpinggirkan. Kedua, serba media (media centred): singkatnya melihat perubahan sosial semata-mata disebabkan oleh teknologi dan isi media massa. Ketiga, serba masyarakat (society centred): perubahan sosial karena politik dan uang akan mempengaruhi teknologi dan isi media massa. Sisi positifnya adanya pluralisme sebagai refleksi kebutuhan masyarakat yang beragam, modernisasi, kemerdekaan dan mobilisasi.Tetapi sisi negatifnya isolasi, alienasi dan erosi nilai tanpa tujuan yang jelas yang bersifat fragmentatif-sentrifugal.
Selanjutnya, ada lima kerangka teoritis yang bisa menjelaskan komunikasi publik oleh media massa dalam masyarakat: Pertama, teori masyarakat massa: melihat ketergantungan timbal-balik antara institusi kekuasaan dengan integrasi media massa terhadap sumber kekuasaan sosial dan otoritas. Kedua, teori marxisme klasik: media massa dilihat seperti alat produksi yang sesuai tipe umum industri kapitalis. Hubungan faktor produksinya dimonopoli dan dikuasai kelas kapitalis yang dijalankan baik secara nasional maupun internasional untuk melayani kepentingan kelas tersebut. Sebaliknya pada masyarakat sosialis media massa dikuasai dan dikendalikan oleh kelas proletariat via partai komunis sebagai alat propaganda. Ketiga, teori media politik-ekonomi: ideologi tergantung pada kekuatan ekonomi yang tercermin pada struktur kepemilikan, mekanisme kerja dan kekuatan pasar media massa. Artinya, institusi media massa dinilai sebagai bagian dari sistem ekonomi yang berhubungan erat dengan sistem politik. Keempat, teori kritis: biasa disebut mahzab Frankfurt yang bertitik tolak pada pemikiran Marx muda sebagai pembebas. Menilai marxisme sebagai cerminan pemikiran Marx tua yang sudah berubah menjadi ideolog gagal memahami perubahan sosial yang dimulai dari basis. Padahal perubahan sosial pun bisa digagas melalui struktur atas dengan memanfaatkan media massa (Magnis-Suseno, 2003). Kelima, teori hegemoni media: melengkapi kelemahan teori kritis yang tidak membahas aktor perubahan sosial tersebut. Meminjam pemikiran Antonio Gramsci, tokoh sosialis Italia yang mati dipenjara fasis, menunjuk intelektual organiklah yang bisa diharapkan sebagai pelaku perubahan sosial tersebut. Sebab mustahil mengharapkan ide-ide revolusioner ini dilakukan oleh intelektual tradisional yang sudah terkooptasi oleh struktur kekuasaan (McQuail, 1991).

HAKIKAT DAN RUANG LINGKUP SOSIOLOGI KOMUNIKASI

HAKIKAT DAN RUANG LINGKUP SOSIOLOGI KOMUNIKASI

HAKIKAT DAN RUANG LINGKUP SOSIOLOGI KOMUNIKASI

Penelitian dan berbagaitulisan sosiologi komunikasi kini semakin banyak dimintati dan ditekuni oleh banyak ilmuan sosiologi kajiannya bersifat interdisipliner. Sosiologi tidak saja membatasi diri pada persoalan komunikasi dan seluk beluknya, tetapi juga membuka diri pada kontribusi disiplin ilmu lainnya seiring dengan perkembangan masyarakat dan kemajuan zaman. Karena bersentuhan langsung dengan berbagai disiplin ilmu, maka dapatlah dikatakan bahwa studi sosiologi komunikasi sedikit rumit atau kompleks.Studi sosiologi komunikasi ikut dipengaruhi oleh perkembangan berbagai bidang ilmu di sekitarnya mulai dari perkembangan teknologi, budaya, sosiologi, hukum, ekonomi, dan bahkan negara. Bidang ilmu yang paling mempengaruhi perkembangan sosiologi komunikasi adalah teknologi komunikasi dan informasi. Hal ini terjadi karena perubahan dan kemajuan teknologi komunikasi cenderung membawa dampak yang cukup besar terhadap kemajuan dan perubahan pada bidang-bidang ilmu lainnya seperti budaya, ekonomi, dan seterusnya.
Kata Kunci :Sosiologi Komunikasi

  1. Lahirnya Sosiologi Komunikasi
Asal mula kajian komunikasi dalam sosiologi bermula dari akar tradisi pemikiran Karl Marx, dimana Marx sendiri termasuk pendiri sosiologi yang beraliran Jerman. Gagasan-gagasan awal Marx tidak pernah lepas dari pemikiran Hegel, sementara Hegel memiliki pengaruh yang kuat terhadap Marx. Lalu, kira-kira, apa inti pemikiran Hegel? Menurut Ritzer sebagaimana dikutip Bungin, pemikiran Hegel yang paling utama adalah ajarannya tentang dialektika dan idealisme. Dialektika dipahami sebagai cara berpikir yang menekankan arti pentingnya suatu proses, hubungan, dinamika, konflik dan kontradiksi. Dialektika juga dipahami oleh Hegel sebagai bagian yang berhubungan satu dengan lainnya. Nah, ternyata berawal dari pengajarannya tentang dialektika/hubungan inilah lalu kemudian timbullah gagasan-gagasan tentang komunikasi. Gagasan-gagasan ini, oleh Jurgen Habermas disebut dengan tindakan komunikasi (interaksi).
Apa yang terjadi selanjutnya? Bungin (2006 : 19) juga menyebutkan bahwa ternyata sosiologi telah menaruh minat pada persoalan komunikasi. Sejak Auguste Comte memperkenalkan istilah dinamika sosial, lalu konsep kesadaran kolektif oleh Emile Durkheim, interaksi sosial versi Karl Marx, tindakan komunikatif dan teori komunikasi dari Jurgen Habermas merupakan titik awal munculnya sosiologi komunikasi.
  1. Ruang Lingkup dan Konsep Sosiologi Komunikasi
Setelah kita mengetahui sejarah lahirnya sosiologi komunikasi, sekarang kita akan membicarakan ruang lingkup sosiologi komunikasi. Pada bagian ini, kita akan mengenal konsep-konsep apa saja yang termasuk dalam ruang lingkup sosiologi komunikasi.
Menurut Bungin (2006 : 27-31), sosiologi komunikasi terdiri dari 4 konsep yang sekaligus menjadi ruang lingkup sosiologi komunikasi. Keempat konsep tersebut yakni sosiologi, masyarakatkomunikasi, dan teknologi media/informasi. Selanjutnya, mari kita bahas satu per satu.
  1. Sosiologi
            Untuk memahami konsep sosiologi sebaiknya kita merujuk pada pendapat-pendapat yang dikemukakan para ahli berikut ini.
Roucek dan Warren mengatakan bahwa sosiologi adalah ilmu yang mempelajari hubungan antar manusia dalam kelompok-kelompok. Sedangkan William F. Ogburn dan Meyer F. Nimkoff, menjelaskan bahwa sosiologi adalah penelitian ilmiah terhadap interaksi sosial dan hasilnya, yaitu organisasi sosial. Sementara Selo Soemardjan dan Soelaeman Soemardi, memberi pengertian sosiologi sebagai ilmu yang mempelajari struktur sosial dan proses-proses sosial, termasuk perubahan-perubahan sosial.
            Pendapat lain dikemukakan oleh Pitirin Sorokin (dikutip Bungin, 2006 : 27-28), yang menjelaskan bahwa sosiologi adalah ilmu yang       mempelajari:
  1. Hubungan dan pengaruh timbal balik antara aneka macam gejala-gejala sosial (misalnya: antara gejala ekomomi dan agama, keluarga dengan moral, hukum dengan ekonomi, gerak masyarakat dengan politik, dan lain sebagainya);
  2. Hubungan dengan pengaruh timbal balik antara gejala sosial dengan gejala nonsosial (misalnya: gejala geografis, biologis, dan sebagainya);
  3. Ciri-ciri umum semua jenis gejala-gejala sosial.
Berdasarkan pendapat-pendapat di atas, kita dapat menarik kesimpulan bahwa yang dimaksud dengan sosiologi adalah ilmu yang mempelajari hubungan antarmanusia sebagai makhluk sosial, termasuk di dalamnya berbagai aktifitas atau gejala social, yang kemudian menghasilkan perubahan-perubahan sosial.
  1. Masyarakat
Setelah kita memahami konsep sosiologi, maka sekarang kita akan membahas konsep kedua, yaitu masyarakat. Ingat, masyarakat merupakan salah satu ruang lingkup dari sosiologi komunikasi. Artinya, bahwa masyarakat merupakan salah satu yang dibahas dalam sosiologi komunikasi. Apa itu masyarakat? Sebetulnya, masyarakat merupakan objek dari sosiologi. Untuk memahami definisi masyarakat, alangkah baiknya kita merujuk pada beberapa pandangan ahli berikut:
Ralph Linton (dikutip Bungin, 2006 : 29) memahami masyarakat sebagai sekelompok manusia yang telah hidup dan bekerja sama cukup lama, sehingga mereka dapat mengatur diri mereka dan menganggap diri mereka sebagai suatu kesatuan sosial dengan batas-batas yang dirumuskan dengan jelas. Sedangkan Selo Soemardjan, mengatakan bahwa masyarakat adalah orang-orang yang hidup bersama, yang menghasilkan kebudayaan.
Dari dua definisi di atas jelaslah bahwa masyarakat itu terdiri dari kumpulan orang-orang yang hidup berdampingan (hidup bersama) dalam suatu wilayah dan terikat oleh aturan-aturan atau norma-norma sosial yang mereka tentukan dan taati.
  1. Komunikasi
Istilah komunikasi yang dalam bahasa Inggris disebut communication, berasal dari bahasa Latin, communicatio. Kata communicatio berasal dari katacommunis yang artinya sama. Tentu saja, konteks sama yang dimaksudkan ialah sama makna. Kesamaan makna ini terjadi ketika misalnya saya dan anda terlibat dalam suatu peristiwa percakapan, di mana tidak saja menggunakan bahasa yang sama, namun juga saya dan anda sama-sama mengerti dan memahami makna dari apa yang dipercakapkan itu. Jadi, kesamaan makna lebih mengarah pada kesamaan pandangan di antara orang-orang yang terlibat dalam komunikasi mengenai isi dari pesan  tersebut.
Banyak sekali definisi yang diberikan untuk memahami arti kata komunikasi. Secara sederhana, kita dapat merujuk pada definisi yang diberikan Littlejohn (2002 : 7) bahwa komunikasi merupakan suatu proses pemindahan (transmisi) informasi. Untuk kepentingan pendefinisian komunikasi, umumnya para pakar ilmu komunikasi merujuk pada pandangan Harold Lasswell dalam bukunya The Structure and Function of Communication in Society. Lasswell (Effendy, 1997 : 10) yang menjelaskan bahwa cara yang baik untuk menjelaskan komunikasi ialah dengan menjawab pertanyaan berikut: Who Says What in Which Channel to Whom with What Effect? Bila diterjemahkan, maka akan menjadi: Siapa Mengatakan Apa dengan Saluran Apa kepada Siapa dan dengan Efek Apa? Bila kita menyimak baik-baik formulasi Lasswell ini, maka kita akan dapat memahami elemen-elemen penting dari komunikasi. Mari kita bahas satu per satu.
Kata Who (siapa) dalam konteks komunikasi merujuk kepada seorang pemberi pesan. Pemberi pesan ini biasanya dikenal dengan sebutan sumber informasi, komunikator atau pengirim pesan. Says what (mengatakan apa) merujuk pada apa yang diperkatakan. Dalam hal ini pesan atau isi dari percakapan/pembicaraan. Pesan ini lalu kita kenal dengan sebutan verbal (melalui kata-kata dan atau tulisan) dan nonverbal (menggunakan bahasa isyarat). In which channel (dengan saluran apa) mengarah pada alat atau saluran atau media yang digunakan untuk menyampaikan pesan. Kita tentu tahu manusia dapat menggunakan bermacam-macam saluran dalam berkomunikasi. Media yang paling praktis dan semua orang menggunakannya saat berkomunikasi adalah panca indera manusia. Selain itu, kita juga mengenal saluran komunikasi menggunakan alat bantu seperti telepon, telegram, dan surat). Ada juga saluran komunikasi yang digunakan untuk khalayak yang jumlahnya lebih besar (massa), yaitu media cetak dan elektronik. To whom (kepada siapa) ditujukan untuk penerima pesan. Penerima pesan ini disebut juga sebagai komunikan atau receiver. Bila kita berinisiatif menelpon sahabat kita, maka sahabat kita itu disebut sebagai komunikan. With what effect (dengan efek apa) merujuk pada pengaruh yang ditimbulkan dari komunikasi. Pengaruh ini dapat meliputi aspek pengetahuan, keterampilan, dan sikap lawan   bicara.
Jadi, berdasarkan uraian di atas, maka kita dapat menyimpulkan bahwa komunikasi itu terdiri dari sekurang-kurangnya        lima unsur, yakni:
  1. Komunikator (pemberi informasi)
  2. Pesan
  3. Media (saluran)
  4. Komunikan (penerima informasi/pesan)
  5. Efek (pengaruh).
  1. Teknologi Komunikasi dan Informasi
            Teknologi komunikasi merupakan ruang lingkup keempat dari sosiologi komunikasi. Mengapa? Berbicara komunikasi, apalagi komunikasi massa tidak bisa kita pisahkan dari persoalan teknologi komunikasi dan informasi. Teknologi komunikasi merupakan salah satu saluran/channel yang digunakan untuk berkomunikasi dengan orang lain.
Apa itu teknologi komunikasi? Untuk menyamakan pemahaman kita, mari kita merujuk pada beberapa pandangan para ahli berikut.
            Menurut Alter (Bungin, 2006 : 30), teknologi informasi mencakup perangkat keras dan perangkat lunak untuk melaksanakan satu atau sejumlah tugas pemrosesan data seperti menangkap, mentransmisikan, menyimpan, mengambil, memanipulasi, atau menampilkan data.
            Sedangkan Martin (Bungin, 2006 : 30) mendefinisikan teknologi informasi tidak hanya terbatas pada teknologi komputer (perangkat keras dan perangkat lunak) yang digunakan untuk memproses dan menyimpan informasi, melainkan juga mencakup teknologi komunikasi untuk mengirimkan informasi.
            Berdasarkan definisi tersebut di atas, kita dapat menyimpulkan bahwa teknologi komunikasi berhubungan erat dengan perangkat keras dan lunak yang dapat digunakan untuk memproses dan mengirimkan informasi.
  1. Sosiologi Komunikasi 
    Setelah kita memahami konsep-konsep sosiologi dan komunikasi, sekarang apa yang anda ketahui tentang sosiologi komunikasi. Secara sederhana, kita dapat membuat definisi sederhana dengan menghubungkan kedua konsep tersebut. Namun untuk menyeragamkan pemahaman, tidak ada salahnya kalau kita memperhatikan beberapa pengertian berikut ini.
            Stephen F. Steele dalam Anne Arundel Community College and The Society for Applied Sociology (2002), sebagaimana dikutip Liliwery (Tanpa Tahun, hal 4), bahwa sosiologi komunikasi adalah studi yang mempelajari perilaku kolektif akibat media. Selanjutnya, Liliwery sendiri memahami sosiologi komunikasi dalam dua bagian yakni level makro dan mikro. Dalam arti luas (makro), Liliwery berpendapat bahwa sosiologi komunikasi merupakan cabang dari sosiologi yang mempelajari atau menerangkan mengenai prinsip-prinsip keilmuan (ilmu sosial, sosiologi) tentang bagaimana proses komunikasi manusia dalam kelompok atau masyarakat. Sementara dalam arti sempit (mikro), Liliwery mendefinisikan sosiologi komunikasi sebagai cabang dari sosiologi yang mempelajari atau yang menerangkan mengenai prinsip-prinsip keilmuan (ilmu sosial, sosiologi) tentang bagaimana proses komunikasi manusia dalam konteks komunikasi massa dari suatu masyarakat.
            Apa kesimpulannya? Ingat, sosiologi komunikasi adalah cabang dari sosiologi. Secara sederhana kita dapat mengatakan bahwa sosiologi komunikasi adalah cabang dari sosiologi yang mempelajari bagaimana proses pertukaran pesan/informasi terjadi dalam konteks masyarakat.
  1. Ranah, Kompleksitas, dan Objek Sosiologi Komunikasi
  2. Ranah Sosiologi Komunikasi
            Ranah sama dengan domain, atau bisa juga dikatakan sebagai wilayah kerja. Sebagai sebuah disiplin ilmu, sosiologi komunikasi memiliki ranah/domain. Menurut Bungin (2007:36), domain atau ranah sosiologi adalah individu, kelompok, masyarakat, dan sistem dunia. Selanjutnya, ranah-ranah ini juga bersentuhan langsung dengan wilayah lainnya seperti komunikasi, efek media massa, budaya kosmopolitan, proses dan interaksi sosial, dan teknologi informasi dan komunikasi. Ranah dari sosiologi komunikasi seolah-olah sama dengan ranah dari sosiologi. Namun, tidaklah demikian. Sosiologi komunikasi tidak mengambil utuh ranah dari sosiologi. Begitu pula dengan komunikasi. Ranah sosiologi komunikasi juga tidak mengambil ranah komunikasi secara keseluruhan.
Lalu, bagaimana hubungan antara ranah sosiologi komunikasi dengan ranah dari sosiologi dan komunikasi? Ternyata, sosiologi komunikasi menjembatani kajian-kajian yang dibicarakan baik dalam bidang ilmu komunikasi maupun sosiologi. Sebagaimana dibahas sebelumnya dalam pengertian sosiologi komunikasi bahwa sosiologi komunikasi bukanlah ilmu yang berdiri sendiri. Ia merupakan salah satu cabang dari sosiologi yang secara khusus membicarakan hal-hal yang berkenaan dengan proses komunikasi dalam masyarakat. Dengan demikian, kita dapat mengerti bahwa sosiologi komunikasi memperbincangkan berbagai isu berkenaan dengan komunikasi berdasarkan perspektif sosiologis. Misalnya saja, dampak media massa bagi masyarakat, dan sebagainya.
  1. Kompleksitas Sosiologi Komunikasi 
    Studi sosiologi komunikasi bersifat interdisipliner. Artinya, sosiologi tidak saja membatasi diri pada persoalan komunikasi dan seluk beluknya, tetapi juga membuka diri pada kontribusi disiplin ilmu lainnya seiring dengan perkembangan masyarakat dan kemajuan zaman. Karena bersentuhan langsung dengan berbagai disiplin ilmu, maka dapatlah dikatakan bahwa studi sosiologi komunikasi sedikit rumit atau kompleks.
            Studi sosiologi komunikasi ikut dipengaruhi oleh perkembangan berbagai bidang ilmu di sekitarnya mulai dari perkembangan teknologi, budaya, sosiologi, hukum, ekonomi, dan bahkan negara. Bidang ilmu yang paling mempengaruhi perkembangan sosiologi komunikasi adalah teknologi komunikasi dan informasi. Hal ini terjadi karena perubahan dan kemajuan teknologi komunikasi cenderung membawa dampak yang cukup besar terhadap kemajuan dan perubahan pada bidang-bidang ilmu lainnya seperti budaya, ekonomi, dan seterusnya.
  1. Objek Sosiologi Komunikasi

            Kita tentu masih ingat bahwa objek materiil dari semua ilmu sosial adalah manusia. Sebagai salah satu disiplin ilmu sosial, sosiologi komunikasi juga menempatkan manusia sebagai objek kajian materiilnya. Mari kita bahas satu per satu.                                                                                                                            Manusia sebagai objek materiil dari sosiologi komunikasi, berkenaan dengan aktifitas sosial manusia. Kita tahu, manusia sebagai makhluk sosial tidak bisa hidup sendiri. Setiap kita butuh orang lain. Salah satu aksioma dalam komunikasi yakni manusia tidak bisa tidak berkomunikasi. Sehingga dalam konteks sosiologi komunikasi, persoalan manusia difokuskan pada interaksi sosialnya dengan manusia lainnya dalam masyarakat.
Selanjutnya, objek formal dari sosiologi komunikasi adalah proses sosial dan komunikasi dalam masyarakat atau interaksi sosial, teknologi telekomunikasi, media dan informatika. Kita tahu, kemajuan teknologi sangat membawa dampak dan perubahan yang besar dalam hampir seluruh aspek masyarakat. Salah satunya media massa. Pengaruh media massa bagi masyarakat tidak bisa terlepas dari kemajuan dan kecanggihan teknologi komunikasi. Efek media massa ikut membentuk berbagai perubahan dalam masyarakat. Sebut saja, ada perubahan pola dan gaya hidup masyarakat, menciptakan perubahan sosial dan pola komunikasi dalam masyarakat, hingga terciptanya komunitas atau masyarakat maya. Selain itu, pengaruh teknologi komunikasi pun dapat merambah ke dunia ekonomi dan hukum.
Daftar Pustaka
  1. Bungin, Burhan. 2006. Sosiologi Komunikasi: Teori, Paradigma dan diskursus Teknologi Komunikasi di Masyarakat. Jakarta: Prenada Media Group.
  2. Liliweri, Aloysius. Tanpa Tahun. Bahan Kuliah Sosiologi Media. Kupang: Fisip, Sosiologi.
Efendy, O. U., 1997. Ilmu Komunikasi, Teori dan Praktik. Bandung: Remaja Rosdakarya

SOSIOLOGI KOMUNIKASI
           
            Soerjono Soekanto menerangkan sosiologi komunikasi merupakan kekhususan sosiologi dalam mempelajari interaksi sosial yaitu suatu hubungan atau komunikasi yang menimbulkan proses saling pengaruh-mempengaruhi antara para individu, individu dengan kelompok, maupun antarkelompok.
            Lebih lanjut, sosiologi komunikasi secara komprehensif mempelajari tentang interaksi sosial dengan segala aspek yang berhubungan dengan interaksi tersebut seperti bagaimana interaksi (komunikasi) itu dilakukan dengan menggunakan media, bagaimana efek media sebagai akibat dari interaksi tersebut, sampai dengan bagaimana perubahan-perubahan sosial di masyarakat yang didorong oleh efek media berkembang serta konsekuensi sosial macam apa yang ditanggung masyarakat sebagai akibat dari perubahan yang didorong  oleh media massa itu.
            Mata kuliah Sosiologi Komunikasi ini merupakan mata kuliah yang sudah bersifat terapan bagi mahasiswa yang mengambil jurusan Sosiologi  Masalah Sosial di Universitas. Dengan mempelajari mata kuliah ini diharapkan mahasiswa memiliki pengetahuan tentang komunikasi yang dilihat dari sudut sosiologi.

Pengertian Komunikasi
            Terdapat banyak definisi komunikasi yang dikemukakan oleh para ahli komunikasi. Ada yang hampir mirip, namun ada juga yang berbeda! Perbedaan-perbedaan yang muncul itu lebih banyak karena fokus perhatian atau titik tolak pembahasannya. Misalnya, ada yang menekankan pada persoalan koordinasi makna, ada yang lebih menekankan information sharing-nya, ada yang menekankan pentingnya adaptasi pikiran antara komunikator dan komunikan, ada yang lebih menfokuskan pada prosesnya, ada yang menganggap lebih penting menunjukkan komponen-komponennya, dan tentu saja masih ada yang lainnya lagi.
            Dalam perspektif sosiologi, komunikasi itu mengandung pengertian sebagai suatu proses men-transmit/memindahkan kenyataan-kenyataan, keyakinan-keyakinan, sikap-sikap, reaksi-reaksi emosional, misalnya marah, sedih, gembira atau mungkin kekaguman atau yang menyangkut kesadaran manusia. Pemindahan tersebut berlangsung antara manusia satu kepada yang lainnya. Jadi, jelas bagi sosiologi komunikasi itu tidak sekadar berisi informasi yang dipindah-pindahkan dari seseorang kepada yang lainnya, melainkan juga meliputi ungkapan-ungkapan perasaan yang pada umumnya dialami oleh umat manusia yang hidup di dalam masyarakat.
            Lingkungan komunikasi, setidak-tidaknya mempunyai 3 dimensi, yaitu dimensi fisik, dimensi sosial psikologis, dan dimensi temporal. Ketiga dimensi tersebut sering kali bekerja bersama-sama dan saling berinteraksi, dan mempunyai pengaruh terhadap berlangsungnya komunikasi.
            Proses adalah suatu rangkaian aktivitas secara terus-menerus dalam kurun waktu tertentu. Yang dimaksud dengan kurun waktu tertentu itu memang relatif. Dia bisa pendek, tetapi bisa juga panjang/lama, hal tersebut sangat tergantung dari konteksnya. Proses komunikasi secara primer adalah komunikasi yang dilakukan secara tatap muka, langsung antara seseorang kepada yang lain untuk menyampaikan pikiran maupun perasaannya dengan menggunakan simbol-simbol tertentu, misalnya bahasa, kial, isyarat, warna, bunyi, bahkan bisa juga bau.        
            Di antara simbol-simbol yang dipergunakan sebagai media dalam berkomunikasi dengan sesamanya, ternyata bahasa merupakan simbol yang paling memadai karena bahasa adalah simbol representatif dari pikiran maupun perasaan manusia. Bahasa juga merupakan simbol yang produktif, kreatif dan terbuka terhadap gagasan-gagasan baru, bahkan mampu mengungkapkan peristiwa-peristiwa masa lalu, masa kini, dan masa yang akan datang.
            Proses komunikasi secara sekunder adalah komunikasi yang dilakukan dengan menggunakan alat/sarana sebagai media kedua setelah bahasa. Komunikasi jenis ini dimaksudkan untuk melipatgandakan jumlah penerima informasi sekaligus dapat mengatasi hambatan-hambatan geografis dan waktu.
            Namun, harap diketahui pula bahwa komunikasi jenis ini hanya efektif untuk menyebarluaskan pesan-pesan yang bersifat informatif, bukan yang persuasif. Pesan-pesan persuasif hanya efektif dilakukan oleh komunikasi primer/tatap muka. Umpan balik komunikasi secara sekunder bersifat tertunda (delayed feedback), jadi komunikator tidak akan segera mengetahui bagaimana reaksi atau respons para komunikan. Oleh karena itu, apabila dibutuhkan pengubahan strategi dalam informasi berikutnya tidak akan secepat komunikasi primer atau tatap muka.

A.     Lahirnya Sosiologi Komunikasi
            Asal mula kajian komunikasi di dalam sosiologi bermula dari akar tradisi pemikiran Karl MarxKarl Marx merupakan salah satu pendiri sosiologi yang beraliran Jerman. Sementara itu, gagasan awal Kal Marx tidak pernah lepas dari pemikiran-pemikiran Hegel. Hegel memiliki pengaruh yang kuat terhadap Karl Marx, bahkan Karl Marx muda menjadi seorang idealisme justru berasal dari pemikiran-pemikiran radikal Hegel tentang idealisme. Kemudian Karl Marx tua menjadi seorang materialisme.
            Menurut Ritzer, dalam buku Burhan Bungin yang berjudulSosiologi Komunikasi, pemikiran Hegel yang paling utama dalam melahirkan pemikiran-pemikiran tradisional konflik dan kritis adalah ajarannya tentang dialektika dan idealisme. Dialektika merupakan suatu cara berpikir dan citra tentang dunia. Sebagai cara berpikir, dialektika menekankan arti penting dari proses, hubungan, dinamika, konflik dan kontradiksi, yaitu cara berpikir yang lebih dinamis. Di sisi lain, dialektika adalah pandangan tentang dunia bukan tersusun dari struktur yang statis, tetapi terdiri dari proses, hubungan, dinamika konflik, dan kontradiksi. Pemahaman dialektika tentang dunia selanjut dikemukakan oleh Jurgen Habermas dengan tindakan komunikatif (interaksi).
            Dengan demikian, sejarah sosiologi komunikas menempuh dua jalur. Bahwa kajian dan sumbangan pemikiran Auguste Comte, Durkheim, Talcott Parson, dan Robert K. Merton, merupakan sumbangan paradigma fungsional bagi lahirnya teori-teori komunikasi yang beraliran struktural-fungsional. Sedangkan sumbangan-sumbangan pemikiran Karl Marx dan Habermas menyumbangkan paradigma konflik bagi lahirnya teori-teori kritis dalam kajian komunikasi.

B.     Ruang Lingkup Sosiologi Komunikasi
            Pada dasarnya manusia tidak mampu hidup sendiri di dalam dunia ini baik sendiri dalam konteks fisik maupun dalam konteks sosial budaya. Terutama dalam konteks sosial budaya, manusia membutuhkan manusia lain untuk saling berkolaborasi dalam pemenuhan kebutuhan fungsi-fungsi sosial satu dengan lainnya. Karena pada dasarnya suatu fungsi yang dimiliki oleh manusia satu akan sangat berguna dan bermanfaat bagi manusia lainnya. Sehingga fungsi-fungsi sosial yang diciptakan oleh manusia ditujukan untuk saling berkolaborasi dengan sesama fungsi sosial manusia lainnya, dengan kata lain, manusia menjadi sangat bermartabat apabila bermanfaat bagi manusia lainnya.
            Fungsi-fungsi sosial manusia lahir dari adanya kebutuhan akan fungsi tersebut oleh orang lain, dengan demikian produktivitas fungsional dikendalikan oleh berbagai macam kebutuhan manusia. Setiap manusia memiliki kebutuhan masing-masing secara individual maupun kelompok, untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan tersebut, maka perlu adanya perilaku selaras yang bisa diadaptasi oleh masing-masing manusia. Penyelarasan kebutuhan dan penyesuaian kebutuhan individu, kelompok, dan kebutuhan sosial satu dan lainnya, menjadi konsentrasi utama pemikiran manusia dalam masyarakatnya yang beradab.
            Sosiologi berpendapat bahwa tindakan awal dalam penyelarasan fungsi-fungsi sosial dan berbagai kebutuhan manusia diawali oleh dan dengan melakukan interaksi sosial atau tindakan komunikasi satu dengan yang lainnya. Aktivitas interaksi sosial dan tindakan komunikasi itu dilakukan baik secara verbal, nonverbal, mapun simbolis. Kebutuhan adanya sinergi fungsional dan akselerasi positif dalam melakukan pemenuhan kebutuhan manusia satu dengan lainnya ini kemudian melahirkan kebutuhan tentang adanya norma-norma dan nilai-nilai sosial yang mampu mengatur tindakan manusia dalam memenuhi berbagai kebutuhannya, sehingga tercipta keseimbangan sosial (sosial equilibirium) antara hak dan kewajiban dalam pemenuhan kebutuhan manusia, terutama juga kondisi keseimbangan itu akan menciptakan tatanan sosial (social order) dalam proses kehidupan masyarakat saat ini dan di waktu yang akan datang.
            Fokus interaksi sosial dalam masyarakat adalah komunikasi itu sendiri. Sebagaimana dijelaskan oleh sosiologi bahwa komunikasi menjadi unsur terpenting dalam seluruh kehidupan manusia. Dominasi perspektif ini dalam sosiologi yang begitu luas dan mendalam, maka lahirlah kebutuhan untuk mengkaji kekhususan dalam studi-studi sosiologi yang dinamakan Sosiologi Komunikasi, yaitu perspektif kajian sosiologi tentang aspek-aspek khusus komunikasi dalam lingkungan individu, kelompok, masyarakat, budaya, dan dunia.

Objek Sosiologi Komunikasi
            Setiap bidang dalam masing-masing ilmu sosial memiliki objek yang sama untuk dikaji, yaitu manusia. Objek materiil dari studi sosiologi komunikasi ialah proses sosial dan komunikasi. Sedangkan Objek formal dalam studi sosiologi komunikasi menekankan pada aspek aktivitas manusia sebagai makhluk sosial yang melakukan aktivitas sosiologis yaitu proses sosial dan komunikasi, aspek ini merupakan aspek dominan dalam kehidupan manusia bersama orang lain. Aspek-aspek yang dibahas adalah sebagai berikut:

-         Telematika dan realitasnya;
-         Efek media dan norma sosial baru;
-         Masalah sosial dan media massa;
-         Perubahan sosial dan komunikasi;
-         Cybercommunity;
-         Aspek hukum dan bisnis media.

Komunikasi
            Garbner mendefinisikan komunikasi sebagai proses interaksi sosial melalui pesan-pesan. Sedangkan Onong Uchyana menjelaskan hakikat komunikasi ialah proses penyampaian pikiran atau perasaan oleh seseorang (komunikator) kepada orang lain (komunikan). Pikiran bisa merupakan gagasan, informasi, opini, dan lain-lain yang muncul dari benaknya. Perasaan bisa berupa keyakinan, kepastian, keraguan, kekhawatiran, kemarahan, keberanian, kegairahan, dan sebagainya yang timbul dari lubuk hati.
            Jadi, lingkup komunikasi menyangkut persoalan-persoalan yang ada kaitannya dengan substansi interaksi sosial orang-orang dalam masyarakat; termasuk konten interaksi (komunikasi) yang dilakukan secara langsung maupun dengan menggunakan media komunikasi. Unsur-unsur komunikasi adalah sebagai berikut:
-         Komunikator (orang yang menyampaikan pesan)
-         Komunikan (orang yang menerima pesan)
-         Pesan
-         Media
-         Efek
Misalnya saja, model komunikasi yang dikemukakan oleh Harold D. Laswell  seperti di bawah ini:
-         Who
-         Says What
-         In Which Channel
-         To Whom
-         With What Effect
            Unsur sumber atau komunikator (who) mengundang pertanyaan mengenai siapa yang mengendalikan pesan. Unsur pesan (says what) merupakan bahan untuk menganalisis pesan apa yang disampaikan. Lalu, unsur saluran komunikasi (in which channel) menarik untuk membahas media apa yang digunakan. Unsur penerima atau komunikan (to whom) dianalisis untuk mengetahui siapa khalayak atau audiennya. Unsur pengaruh (with what effect) berkaitan dengan efek pesan apa yang dihasilkan.
            Onong Uchjana Effendy mengidentifikasikan bahwa terdapat lima jenis komunikasi, yakni:
1)      Komunikasi individu dengan individu (antarpribadi)
            Adalah komunikasi antarperorangan dan bersifat pribadi baik yang terjadi secara langsung (tanpa medium) ataupun tidak langsung (melalui medium). Contohnya, kegiatan percakapan tatap muka.
2)      Komunikasi individu dengan kelompok
            Komunikasi kelompok memfokuskan pembahasannya kepada interaksi di antara orang-orang dalam kelompok-kelompok kecil. Komunikasi kelompok juga melibatkan komunikasi antarpribadi di dalamnya. Pembahasannya meliputi dinamika kelompok, bagaimana penyampaian informasinya, pola dan bentuk interaksi, serta pembuatan keputusan.
3)      Komunikasi organisasi
            Komunikasi organisasi menunjuk pada pola dan bentuk komunikasi yang terjadi dalam konteks dan jaringan organisasi. Komunikasi organisasi juga melibatkan komunikasi antarpribadi dan komunikasi kelompok. Pembahasannya meliputi struktur dan fungsi organisasi serta kebudayaan organisasi.
4)      Komunikasi sosial
            Adalah salah satu bentuk komunikasi yang lebih intensif, di mana komunikasi terjadi secara langsung antara komunikator dan komunikan, sehingga situasi komunikasi berlangsung dua arah dan lebih diarahkan kepada pencapaian suatu integrasi sosial.
5)      Komunikasi massa
            Adalah sebuah proses penyampaian pesan atau informasi yang bersifat umum dan berlangsung pada tingkat masyarakat luas. Pada tingkat ini, komunikasi dilakukan dengan menggunakan media massa.
            Onong Uchjana Effendy, dalam bukunya yang berjudul Ilmu, Teori, dan Filsafat Komunikasi membagi empat tujuan komunikasi, seperti berikut ini:
-         Perubahan sikap (attitude change)
-         Perubahan pendapat (opinion change)
-         Perubahan perilaku (behavior change)
-         Perubahan sosial (social change)
Selain tujuan-tujuan komunikasi, Onong Uchjana Effendy juga memberikan empat fungsi komunikasi, yaitu:
-         Menyampaikan informasi (to inform)
-         Mendidik (to educate)
-         Menghibur (to entertain)
-         Mempengaruhi (to influence)

            Onong Uchjana Effendy, dalam bukunya yang berjudul Ilmu, Teori, dan Filsafat Komunikasi membagi metode-metode komunikasi, seperti di bawah ini:
·        Jurnalistik (journalism)
·        Jurnalistik cetak (printed journalism)
·        Jurnalistik elektronik (electronic journalism)
·        Jurnalistik radio (radio journalism)
·        Jurnalistik televisi (television journalism)
·        Hubungan masyarakat (public relations)
·        Periklanan (advertising)
·        Pameran (exhibition)
·        Publisitas (publicity)
·        Propaganda
·        Perang urat syaraf (physchological warfare)
·        Penerangan
            Di samping metode-metode komunikasi, Onong Uchjana Effendy juga memberikan empat sifat berlangsungnya proses komunikasi, yaitu:
·        Tatap muka (face-to-face)
·        Bermedia (mediated)
·        Verbal (verbal)
·        Lisan (oral)
·        Tulisan (written)
·        Nonverbal
·        Kial/isyarat (gestural)
·        Bergambar

Komunikasi Sosial dan Fungsinya
            Komunikasi sosial ialah suatu proses interaksi di mana seseorang atau lembaga menyampaikan amanat kepada pihak lain supaya pihak lain dapat menangkap maksud yang dikehendaki penyampai. Unsur-unsur dalam komunikasi sosial, yaitu komunikator (pihak yang memulai komunikasi), amanat (hal-hal yang disampaikan dapat berupa perintah, kabar, buah pikiran, dan sebagainya), media (daya upaya yang dipakai untuk menyampaikan amanat kepada penerima), komunikan (orang atau satuan orang-orang yang menjadi sasaran komunikasi), dan tanggapan (respons) adalah tujuan yang diharapkan oleh komunikator). Jenis-jenis komunikasi sosial adalah komunikasi langsung, komunikasi tidak langsung, komunikasi satu arah, komunikasi timbal-balik, komunikasi bebas, komunikasi fungsional, komunikasi individual, komunikasi massal, sedangkan fungsi komunikasi sosial adalah memberi informasi, memberi bimbingan, dan memberi hiburan
            Komunikasi organik dapat juga disebut sebagai komunikasi fungsional. Harap jangan dilupakan bahwa kata-kata fungsional itu sumbernya bahwa elemen-elemen dalam masyarakat itu saling memberi kontribusi secara fungsional.
Efektivitas dan kesulitan komunikasi, antara lain mencakup masalah yang berhubungan dengan kriteria dan kesulitan komunikasi, sedangkan kesulitan komunikasi itu sendiri bisa karena kesulitan pada amanat, bahasa isyarat, bahasa lambang, dan dapat pula kesulitan itu terletak pada komunikan. Tentu saja bukan sekadar itu, kesulitan bisa juga terjadi pada media komunikasinya, kesulitan pada unsur sosial budayanya.