A.HAMBATAN
KOMUNIKASI MASSA
John Vivian (1991) mengatakan bahwa jika pembicara
menyampaikan pesan dengan suara seperti menggerutu, maka efektivitas pesannya
akan terganggu. Ketidakjelasan ucapan dan hambatan lain dalam proses komunikasi
sebelum pesan mencapai audience dinamakan gangguan (noisel). Dalam
komunikasi massa, yang didasarkan pada peralatan mekanik dan elektronik yang
kompleks, peluang terjadinya gangguan adalah tak terbatas karena ada banyak hal
yang bisa berjalan secara keliru. Gangguan terjadi dalam tiga bentuk gangguan semantik,
gangguan saluran, dan gangguan lingkungan.
Gangguan
semantik. Komunikasi massa itu sendiri dapat
mengganggu kesuksesan pesannya jika disusun dengan buruk. Ini dinamakan gangguan
semantik karena susunan kata yang buruk adalah salah satu contohnya.
Bicara seperti orang ngedumeljugatermasuk penghambat komunikasi.
Gangguan
saluran. Ketika anda sedang mendengar
siaran radio AM tapi suaranya terputus-putus, berarti anda sedang mengalamigangguan
saluran (channel noisel). Bentuk gangguan saluran lainnya adalah
tinta yang blobor di halaman majalah, dan mikrofon yang
tidak berbunyi saat penyiar membacakan berita.
Gangguan
lingkungan. Intruksi yang terjadi di tempat
penerimaan disebut gangguan lingkungan.Misalnya, saat Anda membaca
tiba-tiba bel pintu rumah berdering, atau tiba-tiba anda mendengar suara anak
menjerit-jerit, yang mengganggu proses decoding yang sedang anda lakukan dalam
membaca.
Komunikator massa berusaha keras untuk menjaga diri dari gangguan
yang menghambat pesan mereka. Misalnya dalam encoding, penulis naskah siaran
menghindari suara “S” sebanyak mungkin karena suara itu dapat terdengar
mendesis terus-menerus jika pendengaranya tidak menerima sinyal dengan baik.
Karena kata dapat secara tidak sengaja terlupakan dalam proses pengetikan,
banyak reporter koran menulis keputusan “innocent” (bebas, tidak
berdosa) ketimbang “not guilty”(tak bersalah ). Akan jadi persoalan
serius jika kata “not” tidak ikut diketikan.
Untuk meminimalkan gangguan, teknisi berusaha menjaga
peralatannya selalu dalam kondisi prima. Meski begitu, selalu saja ada yang
tidak beres. Komunikasi massa juga tidak bisa mengontrol gangguan yang
mempengaruhi individu audience merekaseperti suara sirene pemadam kebakaran yang
sedang lewat, audience tiba-tiba kena sakit kepala, atau gangguan dari dapur.
Ekspresi atau pernyataan yang jelas, entah itu dalam bentuk tulisan di majalah
atau pelafalan suara yang jelas di radio, dapat meminimalkan gangguan, tapi
kebanyakan gangguan berada di luar kontrol komunikator.
Repetisi adalah obat terampuh bagi komunikator massa untuk
melawan gangguan. Jika pesan tidak sampai pada pengiriman pertama, maka pesan
diulang. Jarang ada iklan yang hanya sekali tayang. Penyiar radio mengulang
berita utama yang sama setiap jam, meski mereka memperbarui naskahnya agar
tidak menjemukan bagi orang yang sudah pernah mendengarnya.
B.HAMBATAN
PSIKOLOGIS
Dari pendapat Elvinaro (2009) mengatakan bahwa hambatan
komunikasi massa yang termasuk dalam hambatan psikologis adalah kepentingan (interest),
prasangka (prejudice), stereotip (stereotype), dan
motivasi (motivation). Disebut sebagai hambatan psikologis
karena hambatan-hambatan tersebut merupakan unsur-unsur dari kegiatan psikis
manusia.
1. Perbedaan
Kepentingan (Interest)
Kepentingan atau interest akan membuat sesorang selektif
dalam menanggapi atau menghayati pesan. orang hanya akan memperhatikan
perangsang (stimulus) yang ada hubungannya dengan kepentingannya. Effendy
mengemukakan secara gamblang bahwa apabila kita tersesat dalam hutan dan
beberapa hari tak menemui makanan sedikitpun, maka kita akan lebih
memperhatikan perangsang-perangsang yang mungkin dapat dimakan daripada yang
lainnya.
Dalam kehidupan sehari-hari pemirsa televisi yang memunyai
latar belakang pendidikan ekonomi atau para pelaku bisninis cenderung akan
menyukai acara berita peputar ekonomi atau acara talk show ekonomi. Mereka akan
selalu menanti penayangan acara tersebut, dan secara khusus mengikutinya.
Sementara pemirsa televisi lainya yang merasa tidak memperoleh manfaat dari
berita ekonomi itu, akan meninggalkan pesawat televisi (tidak menontonnya)
bahkan mungkin mematikannya.
Kondisi komunikan seperti ini perlu dipahami oleh seorang
komunikator dalam komunikasi massa. Masalahnya, apabila komunikator ingin agar
pesannya dapat diterima dan dianggap penting oleh sebanyak-banyaknya komunikan,
maka komunikator harus berusah menyusun pesannya sedemikian rupa agar
menimbulkan ketertarikan dari komunikan yang bukan sasarannnya. Pada akhirnya
pesan yang ditujukan untuk khalayak sasaran (komunikan) tertentu tidak dianggap
sebagai pesan yang mubazir’ oleh komunikan lainnya.
2. Prasangka
(Prejudice)
Menurut Sears, prasangka berkaitan dengan persepsi orang
tentang seseorang atau kelompok lain, dan sikap serta perilakunya terhadap
mereka. Untuk memperoleh gambaran yang jelas mengenai prasangka, maka sebaiknya
kita bahas terlebih dahulu secara singkat pengertian persepsi.
Persepsi adalah pengalaman tentang objek, peristiwa atau
hubungan-hubungan yang diperoleh dengan menyimpulkan informasi dengan
menafsirkan pesan. Faktor personal atau fungsional itu antara lain adalah
kebutuhan (need), pengalaman masa lalu, peran dan setatus. Jadi yang
menemukan persepsi bukan jenis atau bentuk stimulus, tetapi karekteristik orang
yang memberikan respons pada stimulus itu.Faktor situasional atau struktural
yang menentukan persepsi berasal semata-mata dari sifat stimulussecara fisik.
Menurut Kohler, jika kita ingin memahami suatu peristiwa, kita tidak dapat
meneliti fakta-fakta yang terpisah, kita harus memandangnya dalam hubungan
keseluruhan. Untuk memahami seseorang, kita harus melihatnya dalam konteks,
dalam lingkungan dan dalam masalah yang dihadapinya.
Pembahasan tentang persepsi sekalipun singkat telah
memberikan gambaran yang jelas, bahwa persepsi memang dapat menentukan sikap
orang terhadap stimulus (benda, manusia, peristiwa) yang dihadapinya. Apabila
seseorang atau sekelompok orang dalam hidupnya pernah memiliki pengalaman yang
buruk dengan seseorang atau sekelompok orang lainya, maka pada dirinya akan
timbul suatu persepsi yang kurang baik. Persepsi yang kurang baik ini akhirnya
menjadi suatu prasangka yang menetap.Berkenaan dengan kegiatan komunikasi,
prasangka merupakan salah satu rintangan atu hambatan bagi tercapainya suatu
tujuan kemunikan yang memunyai prasangka, sebelum pesan disampaikan sudah
bersikap curiga dan menentang komunikator.Untuk mengatasi hambatan komunikasi
yang berupa prasangka yang ada pada komunikan, maka komunikator yang akan menyampaikan
pesan melalui media massa sebaiknya komunikator yang netral, dalam arti ia
bukan orang yang kontroversial.
3. Stereotip
(Stereotype)
Prasangka sosial bergandengan dengan stereotip yang
merupakan gambaran atau tanggapan tertentu mengenai sifat-sifat dan watak
piribadi orang atau golongan lain yang bercorak negatif. Stereotip mengenai
orang lain itu sudah terbentuk pada orang yang berprasangka, meski sesungguhnya
orang yang berprasangka itu belum bergaul dengan orang yang diprasangkainya.
Jadi, stereotip itu terbentuk pada dirinya berdasarkan
keterangan-keterangan yang kurang lengkap dan subjektif. Stereotip yang sering
kita dengar sehari-hari adalah bahwa orang Batak itu berwatak keras, orang Jawa
itu lembut, dan stereotip lainya yang ditimpakan pada etnik-etnik di Indonesia.
Seandainya dalam proses komunikasi massa ada komunikan yang memiliki stereotip
tertentu pada komunikatornya, maka dapat dipastikan pesan apa pun tidak akan
bisa diterima oleh komunikan.
4. Motivasi (Motivation)
Semua tingkah laku manusia pada hakikatnya mempunyai motif
tertentu. Motif merupakan suatu pengertian yang melingkupi semua
penggerak, alasan-alasan atau dorongan-dorongan dalam diri manusia yang menyebabkan
manusia berbuat sesuatu. Selanjutnya Gerungan menjelaskan, dalam mempelajari
tingkah laku manusia pada umumnya, kita harus mengetahui apa yang dilakukanya,
bagaimana ia melakukan dan mengapa ia melakukan itu. Dengan kata lain, kita
sebaiknya mengetahui know what, know how, dan know why.
Seperti kita ketahui, keinginan dan kebutuhan masing-masing
individu berbeda dari waktu kewaktu dan dari tempat ke tempat, sehingga motif
juga berbeda-beda. Motif seseorang bisa bersifat tunggal, bisa juga bergabung/ganda.
Misalnya, motif seseorang menunton acara “Seputar Indonesia” yang
disiarkan RCTI adalah untuk memperoleh informasi (motif tunggal), tapi mungkin
bagi seseorng lainya adalah untuk memperoleh informasi, sekaligus juga pengisi
waktu luang (motif bergabung).
Contoh lain, seseorang penonton acara “Today’s Diague”
yang disiarkan oleh Metro TV mengenai topik hukum memiliki motif tunggal karena
sesuai dengan profesinya, sedangkan penonton lainya memiliki motif bergabung,
yakni menambah wawasan dan fungsi waktu luang. Melihat berbagai motif yang
berbeda antara orang perorang maka intensitas tanggapan seseorang terhadap
pesan komunikasi pun berbeda sesuai dengan jenis motifnya. Semakin sesuai pesan
komunikasi dengan motivasi seseorang, semakin besar kemungkinan komunikasi itu
dapat diterima dengan baik oleh komunikan. Sebaliknya, komunikan akan
mengabaikan suatu komunikasi yang tidak sesuai dengan motivasinya.
C.HAMBATAN
SOSIOKULTURAL
1. Aneka Etnik
Belasan ribu pulau yang membantang dari Sabang sampai
Merauke merupakan kekayaan alam Indonesia yang tidak ternilai harganya
Tiap-tiap pulau dihuni oleh etnik yang berbeda. Pulau-pulau besar seperti pulau
Jawa, Sumatra, Sulawesi, Kalimantan, Papua terbagi menjadi beberapa bagian,
dimana tiap bagian memiliki budaya yang berbeda. Pulau-pulau kecilyang
terpencil pun umumnya memiliki budaya yang khas dan unik. Akan tetapi
kekayaan Indonesia yang sering menjadi kebanggaan bangsa indonesia
kadang-kadang dapat menjadi faktor menghambat dalam kegiatan komunikasi massa.
2. Perbedaan norma sosial
Perbedaan budaya sekaligus juga menimbulkan perbedaan norma
sosial yang berlaku pada masing-masing etnik. Norma sosial dapat di definisikan
sebagi sesuatu cara , kebiasan, tata krama dan adat istiadat yang disampaikan
secara turun temurun, yang dapat memberikan petunjuk bagi seseorang untuk
bersikap dan bertingkah laku dalam masyarakat.
Norma sosial mencerminkan sifat-sifat yang hidup pada suatu
masyarakat dan dilaksanakan sebagai alat pengawas secara sadar dan tidak sadar
oleh masyarakat terhadap anggota-anggotanya. Norma sosial, di satu pihak
memaksakan suatu perbuatan dan di lain pihak melarangnya, sehingga secara
langsung merupakan suatu alat agar anggota-anggota masyarakat menyesuaikan
perbuatan-perbuatannya dengan norma sosial tersebut. Dengan kata lain norma
sosial itu dikenal, diakui dihargai dan kemudian ditaati dalam kehidupan
sehari-hari.
Mengingat beragamannya norma sosial yang berlaku di
Indonesia, maka tidak tertutup kemungkinan terdapat pertentangan nilai, dalam
hal kebiasan dan adat istiadat yang dianggap baik bagi suatu masyarakat,
dianggap tidak baik bagi masyarakat lainnya dan sebaliknya.
3. Kurang mampu Berbahasa Indonesia
Keragaman etnik menyebabkan keragaman bahasa yang digunakan
dalam pergaulan sehari-hari. Dapat dikatakan, jumlah bahasa yang ada di
Indonesia adalah sebanyak etnik yang ada. Seperti kita ketahui norma bahwa
masyarakat Batak memiliki bermacam bagai memiliki berbagai macam bahasa Batak.
Masyarakat di Papua, Kalimantan juga demikian keadaannya.
Kita ambil contoh, suatu saat pemerintah akan mengeluarkan
kebijakan baru yang harus segera diketahui dan dilaksanakan oleh seluruh
masyarakat Indonesia.Cara yang paling tepat dan cepat untuk mengomunikasikan
pesan itu adalah mulai media massa(radio siaran, surat kabardan televisi). Sesuai
dengan karakteristik media massa, dalam waktu bersamaan pesan akan diterima
oleh sejumlah besar komunikan. Masalah akan timbul manakala komunikan tidak
bisa berbahasa Indonesia, atau kemampuan berbahasa Indonesianya minimal. Ini
berarti pesan tidak sampai pada mereka. Dalam menanggulangi masalah ini,
penyuluh atau para petugas penyuluh, atau para opinion leader untuk
mengomunikasikan kebijakan dan program pemerintah dengan menggunakan bahasa
daerah setempat.
4. Faktor Semantik
Semantik adalah pengetahuan tentang pengertian atau makna
kata yang sebenarnya. Jadi hambatan semantik adalah hambatan mengenai bahasa,
baik bahasa yang digunakan oleh komunikator, maupun bahasa yang digunakan oleh
komunikan. Hambatan semantik dalam suatu proses komunikasi dapat terjadi dalam
beberapa bentuk.
Pertama, komunikator
salah mengucapkan kata-kata atau istilah sebagai akibat bicara terlalu cepat.
Pada saat ia berbicara, pikiran dan perasaan belum terformulasikan, namun
kata-kata terlanjur terucapkan. Maksudnya akan mengatakan “demokrasi” jadi
“demonstrasi”, “partisipasi” menjadi “partisisapi”, “ketuhanan” menjadi “
kehutanan”, dan banyak lagi kata-kata yang sering salah diucapkan karena
tergesa-gesa.
Kedua,adanya
perbedaan makna dan pengertian untuk kata atau istilah yang sama sebagai akibat
aspek psikologis. Misalnya kata gedang akan berarti pepaya bagi
orang Sunda, namun berarti pisang menurut orang Jawa.
Sedangkan untuk pepayaorang Jawa memunyai istilah lain, yakni kates.
Begitu pula untuk kata-kata berikut ini, rampung (Sunda-putus, patah;
Jawa-selesai, tuntas), atos (Sunda-sudah; Jawa-keras), jangan (Jawa-sayur),
bujang(Sunda= membantu; Sumatera-anak laki-laki) Contoh tersebut hanya sebagian
kecil dari kata-kata yang sifatnya ambigu (mengandung makna ganda) yang hidup
di Indonesia.
Ketiga, adanya
pengertian yang konotatif. Sebagaimana kita ketahui semantik adalah pengetahuan
mengenai pengertian kata-kata yang yang sebenarnya. Pengertian kata yang
sebenarnya itu disebut pengertian denotatif, yaitu kata-kata yang lazim
diterima oleh orang-orang dengan bahasa dan kebudayaan yang sama.
5. Pendidikan Belum Merata
Penduduk Indonesia saat ini sudah mencapai 210 juta jiwa dan
tersebar di seluruh pulau dan kepulauan nusantara. Ditinjau dari sudut
pendidikan, maka tingkat pendidikan rakyat Indonesia belum merata. Di
perkotaan, relatif banyak penduduk yang dapat menyelesaikan pendidikan sampai
jenjang perguruan tinggi. Tapi didesa terpencil, jangankan menyelesaikan
perguruan tinggi, kesempatan untuk menyelesaikan pendidikan dasar pun relatif
kecil. Ini adalah kenyataan yang tidak bisa dihindari, namun amat disadari oleh
pemerintah, sehingga untuk menanggulanginya pemerintah telah mencanangkan
program pendidikan sembilan tahun.
Seperti halnya dalam menghadapi komunikan yang belum mampu
berbahasa Indonesia, maka dalam menghadapi komunikan yang kurang berpendidikan,
pemerintah perlu mengunakan para aparat desa, serta para opinion leader dan
tenaga terlatih lainnya untuk mengomunikasikan kembali kebijakan dan program
yang telah disampaikan melalui media massa dengan cara komunikasi kelompok atau
antarpersona.
6. Hambatan Mekanis
Hambatan komunikasi massa lainnya adalah hambatan teknis
sebagai konsekuensi penggunaan media massa yang dapat kita sebut
sebagai hambatan mekanis. Hambatan mekanis pada media televisi terjadi pada
saat stasiun atau pemancar penerima pendapat gangguan baik secara teknis maupun
akibat cuaca buruk, sehingga gambar yang diterima pada pesawat televisi tidak
jelas, buram, banyak garis atau tidak ada gambar sama sekali. Begitu pula
hambatan mekanis pada media radio siaran, suara bisa tidak jelas, atau tidak
bersuara sama sekali, atau ada suara-suara lain yang masuk. Sedangkan hambatan
mekanis pada media cetak, seperti surat kabar dan majalah, dapat berupa
kerusakan mesin cetak yang mengakibatkan waktu terbit terlambat sehingga
terlambat pula tiba ditangan pembaca, atau cetakan tidak terbaca.
D.HAMBATAN
INTERAKSI VERBAL
Devito (1984) mengemukakan tujuh jenis hambatan yang sering
terjadi pada komunikasi antarpersona yang ia sebut sebagaibariers to verbal
interaction. Dari ketujuh jenis hambatan interaksi verbal tersebut,
beberapa diantaranya dapat pula terjadi pada komunikasi massa, namun dengan
sedikit perbedaan. Apabila pada komunikasi antarpersona hambatan-hambatan itu
dapat terjadi pada pihak komunikator dan komunikasi sekaligus secara
bersama-sama atau masing-masing, maka pada komunikasi massa hambatan tersebut
pada umumnya terjadi pada pihak komunikan. Jenis-jenis hambatan itu di
antaranya adalah :
1. Polarisasi
Polarisasi (polarization) adalah kecenderungan untuk
melihatdunia dalam bentuk lawan kata dan menguraikannya dalam
bentukekstrem,seperti baik atau buruk, positif atau negatif, sehat atau sakit,
pendidikan atau bodoh, dan lain-lain. Kita mempunyai kecenderungan kuat untuk
melihat titik-titik ekstrem dan mengelompokkan manusia, objek, dan kejadian
dalam bentuk lawan kata yang ekstrem.Diantara dua kutub atau dua sisi yang
berlawanan itu, sebagian besar manusia atau keadaan berada di tengah-tengah. Di
antara yang sangat miskin dan yang sangat kaya, kenyatannya lebih banyak yang
sedang-sedang saja. Di antara yang sangat baik dan sangat buruk, lebih banyak
yang cukup baik. Begitu pula, di antara pro dan kontra terhadap partai politik
tertentu, biasanya lebih banyak yang biasa-biasa saja. Kedua beleh pihak tidak
baik mempunyai sikap, ini kawan itu lawan”. Seandainya komunikator maupun
kemunikan melihat dunia seperti itu, maka sudah dapat dipastikan diantara
keduanya selalu akan terjadi sikap apriori. Sementara kita mengetahui bahwa
untuk terciptanya komunikasi yang baik, komunikator dan komunikan harus
bersikap netral. Kedua belah pihak tidak dapat berpendapat bahwa “itu
lawan ini kawan”.
2. Orientasi Intensional
Orientasi intensional (intensional orientation)
mengacu pada kecenderungan kita untuk melihat manusia, objek dan kejadian
sesuai dengan ciri yang melekat pada mereka. Orientasi intensional terjadi bila
kita bertindak seakan-akan label adalah lebih penting daripada orangnya sendiri.
Dalam proses komunikasi massa, orientasi intensional biasanya
dilakukan oleh komunikan terhadap komunikator, bukan sebaliknya. Misalnya,
seorang presenter yang berbicara di layar televisi, dan kebetulan wajah
presenter tersebut tidak menarik (kurang cantik/ganteng) maka biasanya
komunikan akan intensional menilainya sebagai tidak menarik sebelum kita
mendengar apa yang dikatakannya. Cara mengatasi orentasi intensional adalah
dengan ekstensionalisasi, yaitu dengan memberikan perhatian utama kita pada
manusia, benda atau kejadian-kejadian di dunia ini sesuai dengan apa yang kita
lihat.
3. Evaluasi statis
Pada suatu hari kita melihat seorag komunikator X berbicara
melalui pesawat televisi. Menurut persepsi kita, cara berkomunikasi dan materi
komunikasi yang dikemukakan komunikator tersebut tidak baik sehingga kita
membuat abstraksi tentang komunikator itupun tidak baik. Evaluasi kita tentang
komunikator X bersifat statis tetap seperti itu dan tidak berubah. Akibatnya,
mungkin selamanya kita tidak akan mau menonton atau mendengar komunikator X
dari waktu ke waktu dapat berubah, sehingga beberapa tahun kemudian ia dapat
menyampaikan pesan secara baik dan menarik.
4. Indiskriminasi
Indiskriminasi (indiscrimination) terjadi bila
kita (komunikan) memusatkan perhatian pada kelompok orang, benda atau kejadian
dan tidak mampu melihat bahwa masing-masing bersifat unik atau khas dan perlu
diamati secara individual. Indiskriminasi juga merupakan inti dari stereotip.
Stereotip adalah gambaran mental yang menetap tentang kelompok tertentu yang
kita anggap berlaku untuk setiap orang (anggota) dalam kelompok tersebut tampa
memperhatikan adanya kekhasan orang yang bersangkutan. Terlepas dari apakah
stereotip itu positif atau negatif, masalah yang ditimbulkan tetap sama. Sikap
ini membuat kita mengambil jalan pintas yang seringkali tidak tetap.
Jadi, dalam indiskriminasi jika komunikan dihadapkan dengan
seorang komunikator, reaksi pertama komunikan itu adalah memasukkan komunikator
itu ke dalam kategori tertentu, mungkin menurut kebangsaan, agama atau disiplin
ilmu. Misalnya komunikator itu dari suku Batak, maka komunikan memberi gambaran
suku Batak itu berkarakter keras. Atau bila komunikator itu dari disiplin ilmu
hukum, komunikator memberi gambaran komunikator bersifat kaku dan terlalu detail.
Pada akhirnya, apa pun macamkategori yang digunakan oleh komunikan, komunikan
lupa memberikan perhatian yang cukup terhadap karakteristik khas komunikator.
Indiskriminasi merupakan pengingkaran dari kekhasan orang lain.
Salah satu cara untuk menghindari indiskriminasi adalah
memberikan indeks, yaitu mengidentifikasi setiap orang sebagai individual.
Meskipun dua individu,mereka dapat dikelompokkan dalam label yang sama,
misalnya politisi 1 bukanlah politisi 2, komunikator 1 bukanlah komunikator 2,
dan sebagainya. Indeks ini membantu kita membedakan (mendiskriminasikan) orang
tanpa perlu menyisihkannya dari kelompok dimana ia menjadi anggota.
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Dari makalah tadi dapat kita simpulakan tentang
hambatan-hambatan dalam komunikasi massa. Dari segi gangguan yaitu gangguan
sematik, gangguan saluran dan gangguan lingkungan, kemudian ada beberapa
hambatan lainnya yaitu hambatan psikologis yang mempengaruhi kejiwaan
seseorang, hambatan sosiokultural yaitu hambatan yangberkaitan dengan kehidupan
sosial dan budaya didaerah setempat, dan hambatan interaksi verbal yaitu
hambatan yang proses interaksi secara langsung.
Dalam menghadapi hambatan-hambatan ini, para public speaking
atau komunikator harus mampu mengatasinya agar pesan yang akan di sampaikan
kepada komunikan dapat tersampaikan sesuai keinginan.
HAMBATAN
KOMUNIKASI MASSA SECARA UMUM
Hambatan
dapat diartikan sebagai halangan atau rintangan yang dialami (Badudu-Zain,
1994:489), Dalam konteks komunikasi dikenal pula gangguan (mekanik maupun semantik),
Gangguan ini masih termasuk ke dalam hambatan komunikasi (Effendy, 1993:45),
Efektivitas komunikasi salah satunya akan sangat tergantung kepada seberapa
besar hambatan komunikasi yang terjadi.
Didalam
setiap kegiatan komunikasi, sudah dapat dipastikan akan menghadapai berbagai
hambatan. Hambatan dalam kegiatan komunikasi yang manapun tentu akan
mempengaruhi efektivitas proses komunikasi tersebut. Karena pada pada
komunikasi massa jenis hambatannya relatif lebih kompleks sejalan dengan
kompleksitas komponen komunikasi massa. Dan perlu diketahui juga, bahwa
komunikan harus bersifat heterogen.
Oleh karena
itu, komunikator perlu memahami setiap hambatan komunikasi, agar ia dapat
mengantisipasi hambatan tersebut.
1. HAMBATAN
PSIKOLIGIS
Hambatan
psikologis yakni hambatan-hambatan yang merupakan unsur-unsur dari kegiatan
psikis manusia.sedangkan yang termasuk dalam hambatan komunikasi psikologis
yakni:
Ó Hambatan
Psikologis Kepentingan (Interest)
1.
Kepentingan akan membuat seseorang selektif dalam menanggapi atau menghayati
pesan.
2.
Sebagaimana telah diketahui bahwa komunikan dalam komunikasi massa sangat
heterogen (usia, jenis kelamin, pekerjaan, pendidikan, dll). Hal ini
memungkinkan setiap individu komunikan memiliki kepentingan yang berbeda
3. Atas dasar
kepentingan yang berbeda, maka setiap individu komunikan akan melakukan seleksi
terhadap pesan yang diinginkannya (manfaat/kegunaan).
Ó Hambatan
Psikologis Prasangka (Prejudice)
1. Prasangka
berkaitan dengan persepsi orang tentang seseorang atau sekelompok orang lain,
dan sikap serta perilakunya terhadap mereka.
2. Persepsi
adalah pengalaman tentang objek, peristiwa atau hubungan-hubungan yang
diperoleh dengan menyimpulkan informasi dan menafsirkan pesan
3. Persepsi
ditentukan oleh faktor personal (fungsional): kebutuhan, pengalaman masa lalu,
peran dan status.
4. Persepsi
ditentukan oleh faktor situasional (struktural): Jika kita ingin memahami suatu
peristiwa, kita tidak dapat menilai fakta-fakta yang terpisah; kita harus
memandangnya dalam hubungan keseluruhan
5. Apabila
suatu proses komunikasi sudah diawali oleh kecurigaan (prasangka) maka tidak
akan efektif.
Ó Hambatan
Psikologis Stereotif (Stereotype)
1. Prasangka
sosial bergandengan dengan stereotif yang merupakan gambaran atau tanggapan
tertentu mengenai sifat-sifat dan watak pribadi orang atau golongan lain yang
bercorak negatif.
2. Stereotif
misalnya tercermiun pada: orang Batak itu berwatak keras, orang Sunda manja,
dll.
3. Apabila
dalam proses komunikasi massa ada komunikan yang memiliki stereotif tertentu
pada komunikatornya, maka dapat dipastikan pesan apapun tidak akan bisa
diterima oleh komunikan.
2. HAMBATAN
SOSIOKULTURAL
Ó Hambatan
Sosiokultural Aneka Etnik
1. Untuk kasus
Indonesia, terdapat ribuan pula dari Sabang sampai Merauke.
2. Satu sisi
kenyataan tersebut menjadi kekayaan yang tak terhingga nilainya. Namun di sisi
lain realitas tersebut menjadi salah satu faktor penghambat dalam kegiatan komunikasi
massa.
Ó Hambatan
Sosiokultural Perbedaan Norma Sosial
1. Perbedaan
budaya sekaligus juga menimbulkan perbedaan norma sosial yang berlaku di
masyarakat.
2. Pada konteks
seperti itu, komunikator komunikasi massa harus bersikap hati-hati, terutama dalam
menyusun pesan. Dalam arti apakah pesan yang akan disampaikan tidak akan
melanggar norma sosial tertentu.
3. Komunikator
perlu membekali dirinya dengan beragam pengetahuan mengenai norma sosial yang
berlaku di masyarakat luas.
Ó Hambatan
Sosiokultural Kurang Mampu Berbahasa Indonesia
1. Keragaman
etnik menyebabkan keragaman bahasa yang digunakan dalam pergaulan sehari-hari.
2. Pada
gilirannya dapat menyulitkan penyebarluasan kebijakan program-program
pemerintah yang dikomunikasikan melalui media massa.
Ó Hambatan
Sosiokultural Faktor Semantik
1. Semantik
adalah pengetahuan tentang pengertian atau makna kata yang sebenarnya. Hambatan
semantik adalah hambatan mengani bahasa.
2. Hambatan
semantik dapat diakibatkan oleh tiga hal: komunikator terlalu cepat dalam
berbicara, adanya perbedaan makna kata, dan adanya pengertian yang konotatif.
Ó Hambatan
Sosiokultural Faktor Pendidikan
1. Khalayak
dalam komunikasi massa bersifat heterogen, salah satunya pada aspek pendidikan.
2. Masalah akan
timbul manakala komuniian yang berpendidikan rendah tidak dapat mencerna pesan
komunikasi massa secara benar karena keterbatasan daya nalar dan daya
tangkapnya.
Ó Hambatan
Sosiokultural Faktor Mekanis
1. Faktor
mekanis merujuk kepada berbagai hambatan pada komunikasi massa yang disebabkan
oleh terganggunya peralatan.
2. Pada TV
misalnya, antena kurang dapat menangkap sinyal gelombang elektromagnetik, warna
tidak jelas, layar banyak “semutnyaâ€, dll.
3. Pada radio,
misalnya suara yangtidak jelas (putus-putus, dll).
4. Pada surat
kabar dan majalah, misalnya huruf tidak jelas, salah pemotongan kata, sambungan
berita yang tidak akurat, dll.
3. HAMBATAN
INTERAKSI VERBAL
Ó Hambatan
Interaksi Verbal Polarisasi
1. Polarization
adalah kecenderungan untuk melihat dunia dalam bentuk lawan kata dan
menguraikannya dalam bentuk ekstrem, seperti baik atau buruk, positif atau
negatif, sehat atau sakit, pandai atau bodoh, dll.
2. . Kita
mempunyai kecendeungan kuat untuk melihat titik-tritik ekstrem dan
mengelompokkan manusia, objek, dan kejadian dalam bentuk lawan kata yang
ekstrem. Sementara banyak juga orang-orang berada pada titik tengah-tengah dari
keekstriman tersebut.
3. Seandainya
komunikator maupun komunikan melihat seperti itu maka sudah dapat dipastikan di
antara keduanya selalu akan terjadi sikap apriori. Padahal pada konteks
tersebut dibutuhkan komunikator dan komunikan harus bersikap netral.
Ó Hambatan
Interaksi Verbal Orientasi Intensional
1. Intensional
orientation mengacu kepada kecenderungan kita untuk melihat manusia, objek dan
kejadian sesuai dengan ciri yang melekat pada mereka.
2. Intensional
orientation terjadi bila kita bertindak seakan-akan label adalah lebih penting
daripada orangnya sendiri.
3. Dalam proses
komunikasi massa, orientasi intensional biasanya dilakukan oleh komunikan
terhadap komunikator, bukan sebaliknya.
4. Misalnya,
seorang presenter yang berbicara di layar tv, dan kebetulan wajah presenter
tersebut kurang menarik, maka biasanya komunikan akan intensional menilainya
sebagai tidak menarik sebelum mendengar apa yang dikatakannya.
5. Cara
mengatasinya yaitu dengan cara ekstensionalisasi, yaitu dengan memberikan
perhatian utama kita pada manusia, benda atau kejadian-kejadian di dunia ini
sesuai dengan apa yang kita lihat.
Ó Hambatan
Interaksi Verbal Evaluasi Statis
1. Pada suatu
ketika kita melihat seorang komunikator X berbicara melalui pesawat tv. Menurut
persepsi kita, cara berkomunikasi dan materinya tidak baik, sehingga kita
membat abstraksi tentang komunikator tersebut tidak baik.
2. Evaluasi
kita tentang komunikator tersebut bersifat statis (tidak berubah). Akibatnya,
mungkin selamanya kita tidak akan mau menonton atau mendengar komunikator
tersebut. Padahal sangat mungkin gaya komunikator tersebut berubah menjadi
lebih baik dan menarik.
Ó Hambatan
Interaksi Verbal Indiskriminasi
1. Indiscrimination
terjadi bila komunikan memusatkan perhatian kepada kelompok orang, benda atau
kejadian dan tidak mampu melihat bahwa masing-masing bersifat unik atau khas
dan perlu diamati secara individual.
2. Indiscrimination
merupakan bagian dari stereotif (sikap generalisasi).
3. Dalam
indiskriminasi, jika komunikan dihadapkan dengan seorang komunikator, reaksi
pertama komunikan itu adalah memasukan komunikator ke dalam kategori tertentu,
mungkin menurut suku, agama, dll. Misalnya orang Batak cenderung berwatak
keras.
4. Cara untuk
menghilangkan indiskriminasi yaitu dengan cara memandang seseorang secara
individual.
DAFTAR PUSTAKA
Elvinaro
Ardianto dkk. 2009. Komunikasi Massa : Suatu Pengantar.
Bandung:Simbiosa Rekatama Media
Vivian,
John. 1991. Teori Komunikasi Massa. Jakarta:Kencana Predana Media
Group, Edisi Delapan