Pada umumnya khalayak dianggap hanya sekumpulan orang yang
homogen dan mudah dipengaruhi. Sehingga, pesan-pesan yang disampaikan pada
mereka akan selalu diterima. Fenomena tersebut melahirkan teori ilmu komunikasi
yang dikenal dengan teori jarum suntik (Hypodermic Needle Theory). Teori ini
menganggap media massa memiliki kemampuan penuh dalam mempengaruhi seseorang.
Media massa sangat perkasa dengan efek yang langsung pada masyarakat. Khalayak
dianggap pasif terhadap pesan media yang
disampaikan. Teori ini dikenal juga dengan teori peluru, bila komunikator dalam
hal ini media massa menembakan peluru yakni pesan kepada khalayak, dengan mudah
khalayak menerima pesan yang disampaikan media. Teori ini makin powerfull
ketika siaran radio Orson Welles (1938) menyiarkan tentang invansi makhluk dari
planet mars menyebabkan ribuan orang di Amerika Serikat panik.
Teori ini berkembang di sekitar tahun 1930 hingga 1940an.
Teori ini mengasumsikan bahwa komunikator yakni media massa digambarkan lebih
pintar dan juga lebih segalanya dari audience.
Teori ini memiliki banyak istilah lain. Biasa kita sebut
Hypodermic needle (teori jarum suntik), Bullet Theory (teori peluru)
transmition belt theory (teori sabuk transmisi). Dari beberapa istilah lain
dari teori ini dapat kita tarik satu makna , yakni penyampaian pesannya hanya
satu arah dan juga mempunyai efek yang sangat kuat terhadap komunikan.
BAB II PEMBAHASAN
A. Sejarah
Teori Peluru ini merupakan konsep awal efek komunikasi massa
yang oleh para pakar komunikasi tahun 1970-an dinamakan pula Hypodermic Needle
Theory (Teori Jarum Hipodermik). Teori ini ditampilkan tahun 1950-an setelah
peristiwa penyiaran kaleidoskop stasiun radio siaran CBS di Amerika berjudul
The Invansion from Mars (Effendy.1993:264-265).
Istilah model hypodermic neadle timbul pada periode ketika
komunikasi massa digunakan secara meluas, baik di Eropa maupun di Amerika
Serikat, yaitu sekitar1930-an dan mencapai puncaknya menjelang Perang Dunia II.
Pada periode ini kehadiran media massa baik media cetak maupun media elektronik
mendatangkan perubahan-perubahan besar di berbagai masyarakat yang terjangkau
oleh allpowerfull media massa. Penggunaan media massa secara luas untuk
keperluan komunikasi melahirkan gejala-gejala mass society. Individu-individu
tampak seperti distandarisasikan, diotomatisasikan dan kurang keterikatannya di
dalam hubungannya antarpribadi (interpersonal relations). Terpaan media massa
(mass media exposure) tampak di dalam kecenderungan adanya homogenitas
cara-cara berpakaian, pola-pola pembicaraan, nilai-nilai baru yang timbul
sebagai akibat terpaan media massa, serta timbulnya produksi masa yang
cenderung menunjukan suatu kebudayaan masa.
Pengaruh media sebagai hypodermic injection (jarum suntik)
didukung oleh munculnya kekuatan propaganda Perang Dunia I dan Perang Dunia II.
Media massa memanipulasi kekuatan besar. Bukti-bukti
mengenai manipulasi kekuatan besar dari media massa ditunjukkan oleh peristiwa
bersejarah sebagai berikut :
a) Peranan
surat-surat kabar Amerika yang berhasil menciptakan pendapat umum positif
ketika perang dengan Spanyol pada 1898. Surat-surat kabar itu mampu membuat
penduduk Amerika membedakan siapa kawan dan siapa lawan.
b) Berhasilnya
propaganda Goebbels dalam periode Perang Dunia II.
c) Pengaruh Madison
Avenue atas perilaku konsumen dan dalam pemungutan suara.
B. Pengertian
Istilah model jarum hipodermik dalam komunikasi massa
diartikan sebagai media massa yang dapat menimbulkan efek yang kuat, langsung,
terarah,dan segera. Efek yang segera dan langsung itu sejalan dengan pengertian
Stimulus-Respon yang mulai dikenal sejak penelitian dalam psikologi tahun
1930-an.
Model jarum suntik pada dasarnya adalah aliran satu tahap
(one step flow), yaitu media massa langsung kepada khalayak sebagai mass
audiance. Model ini mengasumsikan media massa secara langsung, cepat, dan
mempunyai efek yang amat kuat atas mass audiance. Media massa ini sepadan
dengan teori Stimulus-Response (S-R) yang mekanistis dan sering digunakan pada
penelitian psikologi antara tahun 1930 dan 1940. Teori S-R mengajarkan, setiap
stimulus akan menghasilkan respons secara spontan dan otomatis seperti gerak
refleks. Seperti bila tangan kita terkena percikan api (S) maka secara spontan,
otomatis dan reflektif kita akan menyentakkan tangan kita (R) sebagai tanggapan
yang berupa gerakkan menghindar. Tanggapan di dalam contoh tersebut sangat
mekanistis dan otomatis, tanpa menunggu perintah dari otak.
Teori peluru atau jarum hipodermik mengansumsikan bahwa
media memiliki kekuatan yang sangat perkasa dan komunikan dianggap pasif atau
tidak tahu apa-apa. Teori ini mengansumsikan bahwa seorang komunikator dapat
menembakkan peluru komunikasi yang begitu ajaib kepada khalayak yang tidak
berdaya (pasif).
Jarum Hipodermik Variabel Komunikator
• Kredibilitas, Kredibilitas terdiri dari 2 unsur yakni:
keahlian dan kejujuran.
• Daya Tarik, diukur dengan kesamaan, familiaritas, dan
kesukaan.
• Kekuasaan, dioperasionalisasikan dengan tanggapan
komunikan tentang kemampuan komunikator untuk menghukum atau memberi ganjaran.
Variabel Pesan
• Struktur, ditunjukkan dengan pola penyimpulan, pola urutan
argumentasi, pola objektivitas.
• Gaya, menunjukkan variasi linguistik dalam penyampaian
pesan
• Appeals, mengacu pada motif-motif psikologis yang
dikandung pesan
Variabel Antara: ditunjukkan dengan perhatian dan penerimaan
serta penerimaan oleh komunikan.
Variabel Efek:
• Kognitif: Setelah mendapatkan pesan dari komunikator,
komunikan akan mengalami perubahan pendapat, penambahan pengetahuan, perubahan
kepercayaan.
• Afektif: Komunikan akan mengalami perubahan sikap,
perasaan, dan kesukaan.
• Behavioral: Komunikan akan mengalami perubahan prilaku
atau kecenderungan prilaku.
C. Menurut Para Ahli
Menurut Elihu Katz, model ini berasumsi :
1. Media massa
sangat ampuh dan mampu memasukkan ide-ide pada benak komunikan yang tak
berdaya.
2. Khalayak yang
tersebar diikat oleh media massa, tetapi di antara khalayak tidak saling
berhubungan.
Model Hypodermic Needle tidak melihat adanya
variable-variable antara yang bekerja diantara permulaan stimulus dan respons
akhir yang diberikan oleh mass audiance.
Elihu Katz dalam bukunya, “The Diffusion
of New Ideas and Practices” menunjukkan aspek-aspek yang menarik dari model
hypodermic needle ini, yaitu
1. Media massa
memiliki kekuatan yang luar biasa, sanggup menginjeksikan secara mendalam
ide-ide ke dalam benak orang yang tidak berdaya.
2. Mass audiance
dianggap seperti atom-atom yang terpisah satu sama lain, tidak saling
berhubungan dan hanya berhubungan dengan media massa. Kalau individu-individu
mass audienceberpendapat sama tentang suatu persoalan, hal ini bukan karena
mereka berhubungan atau berkomunikasi satu dengan yang lain, melainkan karena
mereka memperoleh pesan-pesan yang sama dari suatu media (Schramm, 1963)Model
Hypodermic Needle cenderung sangat melebihkan peranan komunikasi massa dengan
media massanya. Para ilmuwan sosial mulai berminat terhadap gejala-gejala
tersebut dan berusaha memperoleh bukti-bukti yang valid melalui
penelitian-penelitian ilmiah.
Teori Peluru yang dikemukakan Schramm pada tahun 1950-an ini
kemudian dicabut kembali tahun 1970-an, sebab khalayak yang menjadi sasaran
media massa itu tenyata tidak pasif. Pernyataan Schramm ini didukung oleh
Lazarsfeld dan Raymond Bauer.
Lazarfeld mengatakan bahwa jika khalayak diterpa peluru
komunikasi, mereka tidak jatuh terjerembab, karena kadang-kadang peluru itu
tidak menembus. Ada kalanya efek yang timbul berlainan dengan tujuan si
penembak. Sering kali pula sasaran senang untuk ditembak. Sedangkan Bauer
menyatakan bahwa khalayak sasaran tidak pasif. Mereka secara aktif mencari yang
diinginkannya dari media massa, mereka melakukan interpretasi sesuai dengan
kebutuhan mereka.
Sejak tahun 1960-an banyak penelitian yang dilakukan oleh para
pakar komunikasi yang ternyata tidak mendukung teori ini. Hasil dari
serangkaian penelitian itu menghasilkan suatu model lain tentang proses
komunikasi massa, sekaligus menumbangkan model Hipodermic Needle.Kemudian
muncullah teori limited effect model (model efek terbatas).
Teori Peluru ini
kemudian dicabut kembali pada tahun 1970-an, sebab khalayak yang menjadi
sasaran media massa itu tenyata tidak pasif. Karena terkadang jika khalayak
diterpa peluru komunikasi, mereka tidak akan jatuh terjerembab, kadang-kadang
peluru itu tidak menembus. Ada kalanya efek yang timbul berlainan dengan tujuan
si penembak. Sering kali pula sasaran senang untuk ditembak. Ketidak pasifan
khalayak pun bisa dilihat dari aktifnya mereka mencari sesuatu yang
diinginkannya dari media massa, dan melakukan interpretasi sesuai kebutuhan
mereka. Mereka pun berhak memilih channel radio,tv atau media lainnya yang pas
untuk dikonsumsi. Namun pada dasarnya teori jarum suntik ini akan tetap berlaku
bagi publik. Karena meskipun publik bisa memilah-milah informasi mana yang
layak dikonsumsi tetap saja mereka hanya sebagai korban yang menikmati siaran
yang disuguhkan oleh media tersebut. Maka secara tidak disadari suguhan dari
media yang biasa kita lihat dan kita dengar itu akan mempengaruhi kita secara
perlahan. Seperti stasiun TV yang menyiarkan program berita. Jika seseorang
sudah memilih channelnya untuk program berita maka biasanya orang tersebut akan
mempercayai apa berita yang disampaikna oleh stasiun TV tersebut. Jadi, publik
sama sekali tidak memiliki kekuatan untuk menolak informasi setelah ditembakkan
oleh media komunikasi seperti seseorang yang dibius menggunaka jarum suntik,
maka mereka tidak akan bisa menolak biusan itu sama sekali jika sudah
tersuntik.
nice blog ;)
BalasHapusMakasih ya kak 😄
BalasHapus