Rabu, 28 Oktober 2015

Hambatan Komunikasi Massa


A.HAMBATAN KOMUNIKASI MASSA
John Vivian (1991) mengatakan bahwa jika pembicara menyampaikan pesan dengan suara seperti menggerutu, maka efektivitas pesannya akan terganggu. Ketidakjelasan ucapan dan hambatan lain dalam proses komunikasi sebelum pesan mencapai audience dinamakan gangguan (noisel).  Dalam komunikasi massa, yang didasarkan pada peralatan mekanik dan elektronik yang kompleks, peluang terjadinya gangguan adalah tak terbatas karena ada banyak hal yang bisa berjalan secara keliru. Gangguan terjadi dalam tiga bentuk gangguan semantik, gangguan saluran, dan gangguan lingkungan.
Gangguan semantik. Komunikasi massa itu sendiri dapat mengganggu kesuksesan pesannya jika disusun dengan buruk. Ini dinamakan gangguan semantik karena susunan kata yang buruk adalah salah satu contohnya. Bicara seperti orang ngedumeljugatermasuk penghambat komunikasi.
Gangguan saluran. Ketika anda sedang mendengar siaran radio AM tapi suaranya terputus-putus, berarti anda sedang mengalamigangguan saluran (channel noisel). Bentuk gangguan saluran lainnya adalah tinta yang  blobor di halaman majalah, dan mikrofon yang tidak berbunyi saat penyiar membacakan berita.
Gangguan lingkungan. Intruksi yang terjadi di tempat penerimaan disebut gangguan lingkungan.Misalnya, saat Anda membaca tiba-tiba bel pintu rumah berdering, atau tiba-tiba anda mendengar suara anak menjerit-jerit, yang mengganggu proses decoding yang sedang anda lakukan dalam membaca.
Komunikator massa berusaha keras untuk menjaga diri dari gangguan yang menghambat pesan mereka. Misalnya dalam encoding, penulis naskah siaran menghindari suara “S” sebanyak mungkin karena suara itu dapat terdengar mendesis terus-menerus jika pendengaranya tidak menerima sinyal dengan baik. Karena kata dapat secara tidak sengaja terlupakan dalam proses pengetikan, banyak reporter koran menulis keputusan “innocent” (bebas, tidak berdosa) ketimbang “not guilty”(tak bersalah ). Akan jadi persoalan serius jika kata “not” tidak ikut diketikan.
Untuk meminimalkan gangguan, teknisi berusaha menjaga peralatannya selalu dalam kondisi prima. Meski begitu, selalu saja ada yang tidak beres. Komunikasi massa juga tidak bisa mengontrol gangguan yang mempengaruhi individu audience merekaseperti suara sirene pemadam kebakaran yang sedang lewat, audience tiba-tiba kena sakit kepala, atau gangguan dari dapur. Ekspresi atau pernyataan yang jelas, entah itu dalam bentuk tulisan di majalah atau pelafalan suara yang jelas di radio, dapat meminimalkan gangguan, tapi kebanyakan gangguan berada di luar kontrol komunikator.
Repetisi adalah obat terampuh bagi komunikator massa untuk melawan gangguan. Jika pesan tidak sampai pada pengiriman pertama, maka pesan diulang. Jarang ada iklan yang hanya sekali tayang. Penyiar radio mengulang berita utama yang sama setiap jam, meski mereka memperbarui naskahnya agar tidak menjemukan bagi orang yang sudah pernah mendengarnya.
B.HAMBATAN PSIKOLOGIS
Dari pendapat Elvinaro (2009) mengatakan bahwa hambatan komunikasi massa yang termasuk dalam hambatan psikologis adalah kepentingan (interest), prasangka (prejudice), stereotip (stereotype), dan motivasi (motivation). Disebut sebagai hambatan psikologis karena hambatan-hambatan tersebut merupakan unsur-unsur dari kegiatan psikis manusia.
1.      Perbedaan Kepentingan (Interest)
Kepentingan atau interest akan membuat sesorang selektif dalam menanggapi atau menghayati pesan. orang hanya akan memperhatikan perangsang (stimulus) yang ada hubungannya dengan kepentingannya. Effendy mengemukakan secara gamblang bahwa apabila kita tersesat dalam hutan dan beberapa hari tak menemui makanan sedikitpun, maka kita akan lebih memperhatikan perangsang-perangsang yang mungkin dapat dimakan daripada yang lainnya.
Dalam kehidupan sehari-hari pemirsa televisi yang memunyai latar belakang pendidikan ekonomi atau para pelaku bisninis cenderung akan menyukai acara berita peputar ekonomi atau acara talk show ekonomi. Mereka akan selalu menanti penayangan acara tersebut, dan secara khusus mengikutinya. Sementara pemirsa televisi lainya yang merasa tidak memperoleh manfaat dari berita ekonomi itu, akan meninggalkan pesawat televisi (tidak menontonnya) bahkan mungkin mematikannya.
Kondisi komunikan seperti ini perlu dipahami oleh seorang komunikator dalam komunikasi massa. Masalahnya, apabila komunikator ingin agar pesannya dapat diterima dan dianggap penting oleh sebanyak-banyaknya komunikan, maka komunikator harus berusah menyusun pesannya sedemikian rupa agar menimbulkan ketertarikan dari komunikan yang bukan sasarannnya. Pada akhirnya pesan yang ditujukan untuk khalayak sasaran (komunikan) tertentu tidak dianggap sebagai pesan yang mubazir’ oleh komunikan lainnya.
2.      Prasangka (Prejudice)
Menurut Sears, prasangka berkaitan dengan persepsi orang tentang seseorang atau kelompok lain, dan sikap serta perilakunya terhadap mereka. Untuk memperoleh gambaran yang jelas mengenai prasangka, maka sebaiknya kita bahas terlebih dahulu secara singkat pengertian persepsi.
Persepsi adalah pengalaman tentang objek, peristiwa atau hubungan-hubungan yang diperoleh dengan menyimpulkan informasi dengan menafsirkan pesan. Faktor personal atau fungsional itu antara lain adalah kebutuhan (need), pengalaman masa lalu, peran dan setatus. Jadi yang menemukan persepsi bukan jenis atau bentuk stimulus, tetapi karekteristik orang yang memberikan respons pada stimulus itu.Faktor situasional atau struktural yang menentukan persepsi berasal semata-mata dari sifat stimulussecara fisik. Menurut Kohler, jika kita ingin memahami suatu peristiwa, kita tidak dapat meneliti fakta-fakta yang terpisah, kita harus memandangnya dalam hubungan keseluruhan. Untuk memahami seseorang, kita harus melihatnya dalam konteks, dalam lingkungan dan dalam masalah yang dihadapinya.
Pembahasan tentang persepsi sekalipun singkat telah memberikan gambaran yang jelas, bahwa persepsi memang dapat menentukan sikap orang terhadap stimulus (benda, manusia, peristiwa) yang dihadapinya. Apabila seseorang atau sekelompok orang dalam hidupnya pernah memiliki pengalaman yang buruk dengan seseorang atau sekelompok orang lainya, maka pada dirinya akan timbul suatu persepsi yang kurang baik. Persepsi yang kurang baik ini akhirnya menjadi suatu prasangka yang menetap.Berkenaan dengan kegiatan komunikasi, prasangka merupakan salah satu rintangan atu hambatan bagi tercapainya suatu tujuan kemunikan yang memunyai prasangka, sebelum pesan disampaikan sudah bersikap curiga dan menentang komunikator.Untuk mengatasi hambatan komunikasi yang berupa prasangka yang ada pada komunikan, maka komunikator yang akan  menyampaikan pesan melalui media massa sebaiknya komunikator yang netral, dalam arti ia bukan orang yang kontroversial.
3.      Stereotip (Stereotype)
Prasangka sosial bergandengan dengan stereotip yang merupakan gambaran atau tanggapan tertentu mengenai sifat-sifat dan watak piribadi orang atau golongan lain yang bercorak negatif. Stereotip mengenai orang lain itu sudah terbentuk pada orang yang berprasangka, meski sesungguhnya orang yang berprasangka itu belum bergaul dengan orang yang diprasangkainya. Jadi, stereotip itu terbentuk  pada dirinya berdasarkan keterangan-keterangan yang kurang lengkap dan subjektif. Stereotip yang sering kita dengar sehari-hari adalah bahwa orang Batak itu berwatak keras, orang Jawa itu lembut, dan stereotip lainya yang ditimpakan pada etnik-etnik di Indonesia. Seandainya dalam proses komunikasi massa ada komunikan yang memiliki stereotip tertentu pada komunikatornya, maka dapat dipastikan pesan apa pun tidak akan bisa diterima oleh komunikan.
4.      Motivasi (Motivation)
Semua tingkah laku manusia pada hakikatnya mempunyai motif tertentu. Motif  merupakan suatu pengertian yang melingkupi semua penggerak, alasan-alasan atau dorongan-dorongan dalam diri manusia yang menyebabkan manusia berbuat sesuatu. Selanjutnya Gerungan menjelaskan, dalam mempelajari tingkah laku manusia pada umumnya, kita harus mengetahui apa yang dilakukanya, bagaimana ia melakukan dan mengapa ia melakukan itu. Dengan kata lain, kita sebaiknya mengetahui know what, know how, dan know why.
Seperti kita ketahui, keinginan dan kebutuhan masing-masing individu berbeda dari waktu kewaktu dan dari tempat ke tempat, sehingga motif juga berbeda-beda. Motif seseorang bisa bersifat tunggal, bisa juga bergabung/ganda. Misalnya, motif seseorang menunton acara “Seputar Indonesia” yang disiarkan RCTI adalah untuk memperoleh informasi (motif tunggal), tapi mungkin bagi seseorng lainya adalah untuk memperoleh informasi, sekaligus juga pengisi waktu luang (motif bergabung).
Contoh lain, seseorang penonton acara “Today’s Diague” yang disiarkan oleh Metro TV mengenai topik hukum memiliki motif tunggal karena sesuai dengan profesinya, sedangkan penonton lainya memiliki motif bergabung, yakni menambah wawasan dan fungsi waktu luang. Melihat berbagai motif yang berbeda antara orang perorang maka intensitas tanggapan seseorang terhadap pesan komunikasi pun berbeda sesuai dengan jenis motifnya. Semakin sesuai pesan komunikasi dengan motivasi seseorang, semakin besar kemungkinan komunikasi itu dapat diterima dengan baik oleh komunikan. Sebaliknya, komunikan akan mengabaikan suatu komunikasi yang tidak sesuai dengan motivasinya.
C.HAMBATAN SOSIOKULTURAL
1.      Aneka Etnik
Belasan ribu pulau yang membantang dari Sabang sampai Merauke merupakan kekayaan alam Indonesia yang tidak ternilai harganya Tiap-tiap pulau dihuni oleh etnik yang berbeda. Pulau-pulau besar seperti pulau Jawa, Sumatra, Sulawesi, Kalimantan, Papua terbagi menjadi beberapa bagian, dimana tiap bagian memiliki budaya yang berbeda. Pulau-pulau kecilyang terpencil pun umumnya memiliki budaya yang khas dan unik. Akan tetapi kekayaan Indonesia yang sering menjadi kebanggaan bangsa indonesia kadang-kadang dapat menjadi faktor menghambat dalam kegiatan komunikasi massa.
2.      Perbedaan norma sosial
Perbedaan budaya sekaligus juga menimbulkan perbedaan norma sosial yang berlaku pada masing-masing etnik. Norma sosial dapat di definisikan sebagi sesuatu cara , kebiasan, tata krama dan adat istiadat yang disampaikan secara turun temurun, yang dapat memberikan petunjuk bagi seseorang untuk bersikap dan bertingkah laku dalam masyarakat.
Norma sosial mencerminkan sifat-sifat yang hidup pada suatu masyarakat dan dilaksanakan sebagai alat pengawas secara sadar dan tidak sadar oleh masyarakat terhadap anggota-anggotanya. Norma sosial, di satu pihak memaksakan suatu perbuatan dan di lain pihak melarangnya, sehingga secara langsung merupakan suatu alat agar anggota-anggota masyarakat menyesuaikan perbuatan-perbuatannya dengan norma sosial tersebut. Dengan kata lain norma sosial itu dikenal, diakui dihargai dan kemudian ditaati dalam kehidupan sehari-hari.
Mengingat beragamannya norma sosial yang berlaku di Indonesia, maka tidak tertutup kemungkinan terdapat pertentangan nilai, dalam hal kebiasan dan adat istiadat yang dianggap baik bagi suatu masyarakat, dianggap tidak baik bagi masyarakat lainnya dan sebaliknya.
3.      Kurang mampu Berbahasa Indonesia
Keragaman etnik menyebabkan keragaman bahasa yang digunakan dalam pergaulan sehari-hari. Dapat dikatakan, jumlah bahasa yang ada di Indonesia adalah sebanyak etnik yang ada. Seperti kita ketahui norma bahwa masyarakat Batak memiliki bermacam bagai memiliki berbagai macam bahasa Batak. Masyarakat di Papua, Kalimantan juga demikian keadaannya.
Kita ambil contoh, suatu saat pemerintah akan mengeluarkan kebijakan baru yang harus segera diketahui dan dilaksanakan oleh seluruh masyarakat Indonesia.Cara yang paling tepat dan cepat untuk mengomunikasikan pesan itu adalah mulai media massa(radio siaran, surat kabardan televisi). Sesuai dengan karakteristik media massa, dalam waktu bersamaan pesan akan diterima oleh sejumlah besar komunikan. Masalah akan timbul manakala komunikan tidak bisa berbahasa Indonesia, atau kemampuan berbahasa Indonesianya minimal. Ini berarti pesan tidak sampai pada mereka. Dalam menanggulangi masalah ini, penyuluh atau para petugas penyuluh, atau para opinion leader untuk mengomunikasikan kebijakan dan program pemerintah dengan menggunakan bahasa daerah setempat.      
4.      Faktor Semantik
Semantik adalah pengetahuan tentang pengertian atau makna kata yang sebenarnya. Jadi hambatan semantik adalah hambatan mengenai bahasa, baik bahasa yang digunakan oleh komunikator, maupun bahasa yang digunakan oleh komunikan. Hambatan semantik dalam suatu proses komunikasi dapat terjadi dalam beberapa bentuk.
Pertama, komunikator salah mengucapkan kata-kata atau istilah sebagai akibat bicara terlalu cepat. Pada saat ia berbicara, pikiran dan perasaan belum terformulasikan, namun kata-kata terlanjur terucapkan. Maksudnya akan mengatakan “demokrasi” jadi “demonstrasi”, “partisipasi” menjadi “partisisapi”, “ketuhanan” menjadi “ kehutanan”, dan banyak lagi kata-kata yang sering salah diucapkan karena tergesa-gesa.
Kedua,adanya perbedaan makna dan pengertian untuk kata atau istilah yang sama sebagai akibat aspek psikologis. Misalnya kata gedang akan berarti pepaya bagi orang Sunda, namun berarti pisang menurut orang Jawa. Sedangkan untuk pepayaorang Jawa memunyai istilah lain, yakni kates. Begitu pula untuk kata-kata berikut ini, rampung (Sunda-putus, patah; Jawa-selesai, tuntas), atos (Sunda-sudah; Jawa-keras), jangan (Jawa-sayur), bujang(Sunda= membantu; Sumatera-anak laki-laki) Contoh tersebut hanya sebagian kecil dari kata-kata yang sifatnya ambigu (mengandung makna ganda) yang hidup di Indonesia.
Ketiga, adanya pengertian yang konotatif. Sebagaimana kita ketahui semantik adalah pengetahuan mengenai pengertian kata-kata yang yang sebenarnya. Pengertian kata yang sebenarnya itu disebut pengertian denotatif, yaitu kata-kata yang lazim diterima oleh orang-orang dengan bahasa dan kebudayaan yang sama.
5.      Pendidikan Belum Merata
Penduduk Indonesia saat ini sudah mencapai 210 juta jiwa dan tersebar di seluruh pulau dan kepulauan nusantara. Ditinjau dari sudut pendidikan, maka tingkat pendidikan rakyat Indonesia belum merata. Di perkotaan, relatif banyak penduduk yang dapat menyelesaikan pendidikan sampai jenjang perguruan tinggi. Tapi didesa terpencil, jangankan menyelesaikan perguruan tinggi, kesempatan untuk menyelesaikan pendidikan dasar pun relatif kecil. Ini adalah kenyataan yang tidak bisa dihindari, namun amat disadari oleh pemerintah, sehingga untuk menanggulanginya pemerintah telah mencanangkan program pendidikan sembilan tahun.
Seperti halnya dalam menghadapi komunikan yang belum mampu berbahasa Indonesia, maka dalam menghadapi komunikan yang kurang berpendidikan, pemerintah perlu mengunakan para aparat desa, serta para opinion leader dan tenaga terlatih lainnya untuk mengomunikasikan kembali kebijakan dan program yang telah disampaikan melalui media massa dengan cara komunikasi kelompok atau antarpersona.
6.      Hambatan Mekanis
Hambatan komunikasi massa lainnya adalah hambatan teknis sebagai konsekuensi penggunaan media  massa yang dapat kita sebut sebagai hambatan mekanis. Hambatan mekanis pada media televisi terjadi pada saat stasiun atau pemancar penerima pendapat gangguan baik secara teknis maupun akibat cuaca buruk, sehingga gambar yang diterima pada pesawat televisi tidak jelas, buram, banyak garis atau tidak ada gambar sama sekali. Begitu pula hambatan mekanis pada media radio siaran, suara bisa tidak jelas, atau tidak bersuara sama sekali, atau ada suara-suara lain yang masuk. Sedangkan hambatan mekanis pada media cetak, seperti surat kabar dan majalah, dapat berupa kerusakan mesin cetak yang mengakibatkan waktu terbit terlambat sehingga terlambat pula tiba ditangan pembaca, atau cetakan tidak terbaca.
D.HAMBATAN INTERAKSI VERBAL
Devito (1984) mengemukakan tujuh jenis hambatan yang sering terjadi pada komunikasi antarpersona yang ia sebut sebagaibariers to verbal interaction. Dari ketujuh jenis hambatan interaksi verbal tersebut, beberapa diantaranya dapat pula terjadi pada komunikasi massa, namun dengan sedikit perbedaan. Apabila pada komunikasi antarpersona hambatan-hambatan itu dapat terjadi pada pihak komunikator dan komunikasi sekaligus secara bersama-sama atau masing-masing, maka pada komunikasi massa hambatan tersebut pada umumnya terjadi pada pihak komunikan. Jenis-jenis hambatan itu di antaranya adalah :
1.      Polarisasi
Polarisasi (polarization) adalah kecenderungan untuk melihatdunia dalam bentuk lawan kata dan menguraikannya dalam bentukekstrem,seperti baik atau buruk, positif atau negatif, sehat atau sakit, pendidikan atau bodoh, dan lain-lain. Kita mempunyai kecenderungan kuat untuk melihat titik-titik ekstrem dan mengelompokkan manusia, objek, dan kejadian dalam bentuk lawan kata yang ekstrem.Diantara dua kutub atau dua sisi yang berlawanan itu, sebagian besar manusia atau keadaan berada di tengah-tengah. Di antara yang sangat miskin dan yang sangat kaya, kenyatannya lebih banyak yang sedang-sedang saja. Di antara yang sangat baik dan sangat buruk, lebih banyak yang cukup baik. Begitu pula, di antara pro dan kontra terhadap partai politik tertentu, biasanya lebih banyak yang biasa-biasa saja. Kedua beleh pihak tidak baik mempunyai sikap, ini kawan itu lawan”. Seandainya komunikator maupun kemunikan melihat dunia seperti itu, maka sudah dapat dipastikan diantara keduanya selalu akan terjadi sikap apriori. Sementara kita mengetahui bahwa untuk terciptanya komunikasi yang baik, komunikator dan komunikan harus bersikap netral. Kedua belah pihak tidak dapat berpendapat bahwa “itu lawan ini kawan”.
2.      Orientasi Intensional
Orientasi intensional (intensional orientation) mengacu pada kecenderungan kita untuk melihat manusia, objek dan kejadian sesuai dengan ciri yang melekat pada mereka. Orientasi intensional terjadi bila kita bertindak seakan-akan label adalah lebih penting daripada orangnya  sendiri. Dalam proses komunikasi  massa, orientasi intensional biasanya dilakukan oleh komunikan terhadap komunikator, bukan sebaliknya. Misalnya, seorang presenter yang berbicara di layar televisi, dan kebetulan wajah presenter tersebut tidak menarik (kurang cantik/ganteng) maka biasanya komunikan akan intensional menilainya sebagai tidak menarik sebelum kita mendengar apa yang dikatakannya. Cara mengatasi orentasi intensional adalah dengan ekstensionalisasi, yaitu dengan memberikan perhatian utama kita pada manusia, benda atau kejadian-kejadian di dunia ini sesuai dengan apa yang kita lihat.
3.      Evaluasi statis
Pada suatu hari kita melihat seorag komunikator X berbicara melalui pesawat televisi. Menurut persepsi kita, cara berkomunikasi dan materi komunikasi yang dikemukakan komunikator tersebut tidak baik sehingga kita membuat abstraksi tentang komunikator itupun tidak baik. Evaluasi kita tentang komunikator X bersifat statis tetap seperti itu dan tidak berubah. Akibatnya, mungkin selamanya kita tidak akan mau menonton atau mendengar komunikator X dari waktu ke waktu dapat berubah, sehingga beberapa tahun kemudian ia dapat menyampaikan pesan secara baik dan menarik.
4.      Indiskriminasi
Indiskriminasi (indiscrimination) terjadi bila kita (komunikan) memusatkan perhatian pada kelompok orang, benda atau kejadian dan tidak mampu melihat bahwa masing-masing bersifat unik atau khas dan perlu diamati secara individual. Indiskriminasi juga merupakan inti dari stereotip. Stereotip adalah gambaran mental yang menetap tentang kelompok tertentu yang kita anggap berlaku untuk setiap orang (anggota) dalam kelompok tersebut tampa memperhatikan adanya kekhasan orang yang bersangkutan. Terlepas dari apakah stereotip itu positif atau negatif, masalah yang ditimbulkan tetap sama. Sikap ini membuat kita mengambil jalan pintas yang seringkali tidak tetap.
Jadi, dalam indiskriminasi jika komunikan dihadapkan dengan seorang komunikator, reaksi pertama komunikan itu adalah memasukkan komunikator itu ke dalam kategori tertentu, mungkin menurut kebangsaan, agama atau disiplin ilmu. Misalnya komunikator itu dari suku Batak, maka komunikan memberi gambaran suku Batak itu berkarakter keras. Atau bila komunikator itu dari disiplin ilmu hukum, komunikator memberi gambaran komunikator bersifat kaku dan terlalu detail. Pada akhirnya, apa pun macamkategori yang digunakan oleh komunikan, komunikan lupa memberikan perhatian yang cukup terhadap karakteristik khas komunikator. Indiskriminasi merupakan pengingkaran dari kekhasan orang lain.
Salah satu cara untuk menghindari indiskriminasi adalah memberikan indeks, yaitu mengidentifikasi setiap orang sebagai individual. Meskipun dua individu,mereka dapat dikelompokkan dalam label yang sama, misalnya politisi 1 bukanlah politisi 2, komunikator 1 bukanlah komunikator 2, dan sebagainya. Indeks ini membantu kita membedakan (mendiskriminasikan) orang tanpa perlu menyisihkannya dari kelompok dimana ia menjadi anggota.

BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Dari makalah tadi dapat kita simpulakan tentang hambatan-hambatan dalam komunikasi massa. Dari segi gangguan yaitu gangguan sematik, gangguan saluran dan gangguan lingkungan, kemudian ada beberapa hambatan lainnya yaitu hambatan psikologis yang mempengaruhi kejiwaan seseorang, hambatan sosiokultural yaitu hambatan yangberkaitan dengan kehidupan sosial dan budaya didaerah setempat, dan hambatan interaksi verbal yaitu hambatan yang proses interaksi secara langsung.
Dalam menghadapi hambatan-hambatan ini, para public speaking atau komunikator harus mampu mengatasinya agar pesan yang akan di sampaikan kepada komunikan dapat tersampaikan sesuai keinginan.

HAMBATAN KOMUNIKASI MASSA SECARA UMUM
Hambatan dapat diartikan sebagai halangan atau rintangan yang dialami (Badudu-Zain, 1994:489), Dalam konteks komunikasi dikenal pula gangguan (mekanik maupun semantik), Gangguan ini masih termasuk ke dalam hambatan komunikasi (Effendy, 1993:45), Efektivitas komunikasi salah satunya akan sangat tergantung kepada seberapa besar hambatan komunikasi yang terjadi.
Didalam setiap kegiatan komunikasi, sudah dapat dipastikan akan menghadapai berbagai hambatan. Hambatan dalam kegiatan komunikasi yang manapun tentu akan mempengaruhi efektivitas proses komunikasi tersebut. Karena pada pada komunikasi massa jenis hambatannya relatif lebih kompleks sejalan dengan kompleksitas komponen komunikasi massa. Dan perlu diketahui juga, bahwa komunikan harus bersifat heterogen.
Oleh karena itu, komunikator perlu memahami setiap hambatan komunikasi, agar ia dapat mengantisipasi hambatan tersebut.
1. HAMBATAN PSIKOLIGIS
Hambatan psikologis yakni hambatan-hambatan yang merupakan unsur-unsur dari kegiatan psikis manusia.sedangkan yang termasuk dalam hambatan komunikasi psikologis yakni:
Ó Hambatan Psikologis Kepentingan (Interest)
1. Kepentingan akan membuat seseorang selektif dalam menanggapi atau menghayati pesan.
2. Sebagaimana telah diketahui bahwa komunikan dalam komunikasi massa sangat heterogen (usia, jenis kelamin, pekerjaan, pendidikan, dll). Hal ini memungkinkan setiap individu komunikan memiliki kepentingan yang berbeda
3. Atas dasar kepentingan yang berbeda, maka setiap individu komunikan akan melakukan seleksi terhadap pesan yang diinginkannya (manfaat/kegunaan).
Ó Hambatan Psikologis Prasangka (Prejudice)
1. Prasangka berkaitan dengan persepsi orang tentang seseorang atau sekelompok orang lain, dan sikap serta perilakunya terhadap mereka.
2. Persepsi adalah pengalaman tentang objek, peristiwa atau hubungan-hubungan yang diperoleh dengan menyimpulkan informasi dan menafsirkan pesan
3. Persepsi ditentukan oleh faktor personal (fungsional): kebutuhan, pengalaman masa lalu, peran dan status.
4. Persepsi ditentukan oleh faktor situasional (struktural): Jika kita ingin memahami suatu peristiwa, kita tidak dapat menilai fakta-fakta yang terpisah; kita harus memandangnya dalam hubungan keseluruhan
5. Apabila suatu proses komunikasi sudah diawali oleh kecurigaan (prasangka) maka tidak akan efektif.
Ó Hambatan Psikologis Stereotif (Stereotype)
1. Prasangka sosial bergandengan dengan stereotif yang merupakan gambaran atau tanggapan tertentu mengenai sifat-sifat dan watak pribadi orang atau golongan lain yang bercorak negatif.
2. Stereotif misalnya tercermiun pada: orang Batak itu berwatak keras, orang Sunda manja, dll.
3. Apabila dalam proses komunikasi massa ada komunikan yang memiliki stereotif tertentu pada komunikatornya, maka dapat dipastikan pesan apapun tidak akan bisa diterima oleh komunikan.
2. HAMBATAN SOSIOKULTURAL
Ó Hambatan Sosiokultural Aneka Etnik
1. Untuk kasus Indonesia, terdapat ribuan pula dari Sabang sampai Merauke.
2. Satu sisi kenyataan tersebut menjadi kekayaan yang tak terhingga nilainya. Namun di sisi lain realitas tersebut menjadi salah satu faktor penghambat dalam kegiatan komunikasi massa.
Ó Hambatan Sosiokultural Perbedaan Norma Sosial
1. Perbedaan budaya sekaligus juga menimbulkan perbedaan norma sosial yang berlaku di masyarakat.
2. Pada konteks seperti itu, komunikator komunikasi massa harus bersikap hati-hati, terutama dalam menyusun pesan. Dalam arti apakah pesan yang akan disampaikan tidak akan melanggar norma sosial tertentu.
3. Komunikator perlu membekali dirinya dengan beragam pengetahuan mengenai norma sosial yang berlaku di masyarakat luas.
Ó Hambatan Sosiokultural Kurang Mampu Berbahasa Indonesia
1. Keragaman etnik menyebabkan keragaman bahasa yang digunakan dalam pergaulan sehari-hari.
2. Pada gilirannya dapat menyulitkan penyebarluasan kebijakan program-program pemerintah yang dikomunikasikan melalui media massa.
Ó Hambatan Sosiokultural Faktor Semantik
1. Semantik adalah pengetahuan tentang pengertian atau makna kata yang sebenarnya. Hambatan semantik adalah hambatan mengani bahasa.
2. Hambatan semantik dapat diakibatkan oleh tiga hal: komunikator terlalu cepat dalam berbicara, adanya perbedaan makna kata, dan adanya pengertian yang konotatif.
Ó Hambatan Sosiokultural Faktor Pendidikan
1. Khalayak dalam komunikasi massa bersifat heterogen, salah satunya pada aspek pendidikan.
2. Masalah akan timbul manakala komuniian yang berpendidikan rendah tidak dapat mencerna pesan komunikasi massa secara benar karena keterbatasan daya nalar dan daya tangkapnya.
Ó Hambatan Sosiokultural Faktor Mekanis
1. Faktor mekanis merujuk kepada berbagai hambatan pada komunikasi massa yang disebabkan oleh terganggunya peralatan.
2. Pada TV misalnya, antena kurang dapat menangkap sinyal gelombang elektromagnetik, warna tidak jelas, layar banyak “semutnya”, dll.
3. Pada radio, misalnya suara yangtidak jelas (putus-putus, dll).
4. Pada surat kabar dan majalah, misalnya huruf tidak jelas, salah pemotongan kata, sambungan berita yang tidak akurat, dll.
3. HAMBATAN INTERAKSI VERBAL
Ó Hambatan Interaksi Verbal Polarisasi
1. Polarization adalah kecenderungan untuk melihat dunia dalam bentuk lawan kata dan menguraikannya dalam bentuk ekstrem, seperti baik atau buruk, positif atau negatif, sehat atau sakit, pandai atau bodoh, dll.
2. . Kita mempunyai kecendeungan kuat untuk melihat titik-tritik ekstrem dan mengelompokkan manusia, objek, dan kejadian dalam bentuk lawan kata yang ekstrem. Sementara banyak juga orang-orang berada pada titik tengah-tengah dari keekstriman tersebut.
3. Seandainya komunikator maupun komunikan melihat seperti itu maka sudah dapat dipastikan di antara keduanya selalu akan terjadi sikap apriori. Padahal pada konteks tersebut dibutuhkan komunikator dan komunikan harus bersikap netral.
Ó Hambatan Interaksi Verbal Orientasi Intensional
1. Intensional orientation mengacu kepada kecenderungan kita untuk melihat manusia, objek dan kejadian sesuai dengan ciri yang melekat pada mereka.
2. Intensional orientation terjadi bila kita bertindak seakan-akan label adalah lebih penting daripada orangnya sendiri.
3. Dalam proses komunikasi massa, orientasi intensional biasanya dilakukan oleh komunikan terhadap komunikator, bukan sebaliknya.
4. Misalnya, seorang presenter yang berbicara di layar tv, dan kebetulan wajah presenter tersebut kurang menarik, maka biasanya komunikan akan intensional menilainya sebagai tidak menarik sebelum mendengar apa yang dikatakannya.
5. Cara mengatasinya yaitu dengan cara ekstensionalisasi, yaitu dengan memberikan perhatian utama kita pada manusia, benda atau kejadian-kejadian di dunia ini sesuai dengan apa yang kita lihat.
Ó Hambatan Interaksi Verbal Evaluasi Statis
1. Pada suatu ketika kita melihat seorang komunikator X berbicara melalui pesawat tv. Menurut persepsi kita, cara berkomunikasi dan materinya tidak baik, sehingga kita membat abstraksi tentang komunikator tersebut tidak baik.
2. Evaluasi kita tentang komunikator tersebut bersifat statis (tidak berubah). Akibatnya, mungkin selamanya kita tidak akan mau menonton atau mendengar komunikator tersebut. Padahal sangat mungkin gaya komunikator tersebut berubah menjadi lebih baik dan menarik.
Ó Hambatan Interaksi Verbal Indiskriminasi
1. Indiscrimination terjadi bila komunikan memusatkan perhatian kepada kelompok orang, benda atau kejadian dan tidak mampu melihat bahwa masing-masing bersifat unik atau khas dan perlu diamati secara individual.
2. Indiscrimination merupakan bagian dari stereotif (sikap generalisasi).
3. Dalam indiskriminasi, jika komunikan dihadapkan dengan seorang komunikator, reaksi pertama komunikan itu adalah memasukan komunikator ke dalam kategori tertentu, mungkin menurut suku, agama, dll. Misalnya orang Batak cenderung berwatak keras.
4. Cara untuk menghilangkan indiskriminasi yaitu dengan cara memandang seseorang secara individual.



DAFTAR PUSTAKA
Elvinaro Ardianto dkk. 2009.  Komunikasi Massa : Suatu Pengantar. Bandung:Simbiosa Rekatama Media
Vivian, John. 1991. Teori Komunikasi Massa. Jakarta:Kencana Predana Media Group, Edisi Delapan

Tidak ada komentar:

Posting Komentar