Minggu, 03 Januari 2016

Manusia Antar Budaya



Manusia antar budaya dapat disebut orang-orang yang dapat mengatasi masalah-masalah budaya secara efektif, baik dalam konteks nasional ataupun terlebih lagi dalam konteks internasional. Sebagai contohnya yang diungkapkan oleh Deddy Mulyana (1989) dalam bukumya Komunikasi Antarbudaya, antara lain sebagai berikut:

Moritoshi Iwasaki adalah seorang mahasiswa asal Jepang yang bekerja pada sebuah kapal turis sebagai seorang pramugara yang sering bepergian hampir ke seluruh dunia. Mori telah bertahun – tahun tinggal di Amerika Serikat dan juga telah menikah dengan seorang wanita Negro Amerika. Saat Mori bertemu dengan orang Amerika dia bisa menempatkan dirinya sebagai orang Amerika, namum ketika bertemu dengan seorang profesor dari Jepang Mori bisa menjadi sebagai orang Jepang bahkan bisa berbahasa Jepang dan membungkukkan badan saat memberi salam.

Dari contoh di atas dapat kita simpulkan bahwa semua budaya itu sederajad, hanya prasangka dan etnosentrisme lah yang membuat orang- orang merasa dan berperilaku seolah- olah mereka lebih baik daripada orang-orang lainnya.


Adapun beberapa pengertian yang lain sebagai berikut :

1)     Menurut William B. Gudykunst dan Young Yun Kim dalam buku mereka, Communicating with Strangers: An Approach to Intercultural Communication (1984: 229-235),
Manusia antarbudaya adalah orang yang telah mencapai tingkat tinggi dalam
proses antarbudaya yang kognisi, afeksi, dan perilakunya tidaak terbatas, tetapi terus berkembang melewati parameter – parameter psikologis suatu budaya.

2)    Sementara itu, Adler (1982: 389-391) mengatakan bahwa,
Manusia multi budaya adalah orang yang identitas dan loyalitasnya melewati batas – batas kebangsaan dan yang komitmennya bertaut dengan suatu pandangan bahwa dunia ini adalah komunitas global; ia adalah orang yang secara intelektual dan emosional terikat kepada kesatuan fundamental semua manusia yang pada saat yang sama mengakui, menerima, dan menghargai perbedaan mendasar antara orang – orang yang berbeda budaya.

3)    Senada dengan pendapat Adler, Walsh (1973) mengemukakan,
“ Menjadi manusia universal tidaklah berarti seberapa banyak manusia itu tahu tapi seberapa dalam dan luas intelektualitas yang ia miliki dan bagaimana ia menghubungkannya dengan masalah-masalah penting yang universal ... ia tidak menghilangkan perbedaan-perbedaan budaya, alih-alih, ia berusaha memelihara apapun yang bersifat valid dan bernilai dalam setiap budaya.”









Ciri-ciri Manusia Antarbudaya


Menurut Walsh dalam buku komunikasi antar budaya, ciri - ciri manusia universal itu adalah:

a)   Mengetahui budaya lain selain budayanya sendiri.
b) Mampu beradaptasi dengan budaya yang lain tanpa harus meninggalkan  budayanya.
c)    Menghormati semua budaya.
d)  Memahami apa yang orang – orang dari budaya lain pikirkan, rasakan, dan percaya.
e)    Menghargai perbedaan – perbedaan budaya.


Peran-peran Manusia Antar Budaya


Di zaman globalisasi yang perkembangan teknologi komunikasi dan transportasinya sudah sangat maju ini peranan manusia antarbudaya sangatlah penting. Menurut Dedy Mulyana (April 1989) dalam buku Komunikasi Antarbudaya diantaranya adalah:

1.    Untuk membantu mengatasi konflik – konflik antarbudaya.
2.    Untuk mengurangi kesalahpahaman antara orang – orang yang berbeda budaya.
3.    Untuk menjadi penengah antara orang – orang yang berbeda budaya yang berselisih paham.
4.    Dapat menganalisis interaksi – interaksi antar budaya yang terjadi dalam sebuah perselisihan budaya.
5.    Dapat menentukan di mana kesalahpahaman kesalahpahaman yang terjadi.
Selain itu juga, menurut Wilbur Schramm dalam buku Komunikasi Antarbudaya (1976) menyatakan bahwa peran manusia antar budaya adalah membangun jembatan budaya.


Konflik Antarbangsa dan Kesalahpahaman Antarbudaya


Menurut Deddy Mulyana dalam buku Komunikasi Antarbudaya Konflik antar bangsa merupakan kesalahpahaman antara individu -individu yang berlainan bangsa. Sumber-sumber konflik tersebut adalah stereotip-stereotip antar bangsa dan etnosentrisme. Hal ini pada umumnya akan menghambat keefektifan komunikasi, bahkan pada gilirannya akan menghambat integrasi manusia yang sudah pasti harus dilakukan lewat komunikasi, baik komunikasi verbal ataupun komunikasi bermedia. Dari hasil penelitian yang pernah diadakan Gordon Allport dan Leo Postman terlihat bahwa, stereotip dapat menimbulkan self fulfilling prophecy (Apa yang kita persepsi sangat dipengaruhi oleh apa yang kita harapkan).


Cara-cara Untuk Mengatasi Konflik Antarbangsa dan Kesalahpahaman Antarbudaya


Konflik antarbudaya dewasa ini disebabkan antara lain tidak adanya atau kurangnya pemahaman dan penghargaan atas budaya bangsa lain, maka usaha untuk menanggulangi konflik tersebut antara lain:






1.    Melalui Pendidikan

Pendidikan yang dimaksud di sini bisa formal dan juga bisa informal. Pendidikan formal yang dapat dilakukan antara lain melalui sekolah dan perguruan tinggi maupun instansi lainnya. Pelajaran bahasa asing, studi etnik dan komunikasi antar budaya merupakan pelajaran yang sering diajarkan di sekolah maupun perguruan tinggi. Sedangkan pendidikan informal dapat diperoleh melalui media massa, berita, pandangan mata dan lain- lain.

Melalui pendidikan ini kita bisa menciptakan manusia- manusia antarbudaya tingkat nasional. Untuk mewujudkannya perlu dilakukan usaha- usaha sebagai berikut:

a)    Penggunaan bahasa nasional di forum- forum resmi maupun tidak resmi.
b)    Penyajian kebudayaan (kesenian) yang adil melalui media elektronik nasional, khususnya televisi.
c)    Sosialisasi yang merata di lembaga- lembaga pendidikan dan kantor- kantor pemerintah dan swasta, dengan menerima(maha)-siswa dan pegawai yang cakap tanpa mempedulikan apa suku mereka.
d)    Kontak antar suku melalui pertukaran pemuda, pelajar, mahasiswa, pegawai (termasuk guru dan dosen) antarpropinsi, paling tidak untuk suatu periode tertentu.
e)    Perkawinan antarsuku, sepanjang orang- orang yang berbeda suku tersebut mempunyai kecocokan dalam segi- segi yang penting, misalnya agama.
f)     Pembangunan daerah yang rata oleh pemerintah.





2.    Melalui Demokrasi

Menurut Mariane Farine dosen di Howard University dalam sebuah acara Seminar Internasional dengan tema Building Understanding With Intercultural Communication (Religious Life and Studies in America and Indonesia) yang dilaksanakan di Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY) Senin (07/01/2008), mengatakan:

“Salah satu jalan untuk mencapai sebuah kesepahaman antar budaya saat ini yaitu demokrasi.”

Perbedaan budaya yang sering menjadi penghalang hubungan antarbangsa di dunia bukanlah sebuah permasalahan yang harus terjadi. Dimana kesepahaman budaya yang telah ada sejak dulu tidak pernah diperhatikan lagi oleh kita sendiri. Saat ini, perbedaan tersebut telah menjadi permasalahan yang kompleks antarbudaya yang ada di dunia. Salah satu solusi yang berperan sebagai pemersatu tanpa harus bertentangan dengan kebudayaan adalah demokrasi.

Mariane Farine yang merupakan dosen di Howard University, Washington DC, mengatakan bahwa:
Ada tiga unsur yang harus diperhatikan di dalam penggunakan system demokrasi. Pertama yaituHuman Dignity (martabat manusia), menghargai setiap hak dan martabat manusia tanpa harus memasukkan unsur-unsur yang dapat menimbulkan perbandingan bahkan perbedaan. Kedua, collaboration (kerja sama), dengan lebih menonjolkan sifat kerja sama/kebersamaan antar budaya. Kemudian unsur yang ketiga,empowerment (wewenang), meniadakan kekuasaan yang dapat mempengaruhi kewenangan dalam sistem demokrasi. Dari ketiga hal tersebut, menurutnya pencapaian demokrasi yang menjadi alat pemersatu budaya akan dapat terlaksana dengan baik tanpa harus mempermasalahkan budaya dan agama. Yang terpenting dalam hal ini yaitu jangan pernah mendahulukan keegoisan. Berperilaku dengan cara-cara yang dapat diterima budaya orang lain tapi juga diterima budaya kita sendiri.

Setiap manusia mendambakan kedamaian dan kebahagiaan, namun hanya prasangka dan etnosentrismelah yang membuat orang- orang merasa dan berperilaku seolah- olah mereka lebih baik daripada orang-orang lainnya. Sejarah telah menunjukkan bahwa sebagian konflik dan peperangan antar bangsa disebabkan karena pemimpin bangsa yang satu tidak memahami dan menghargai budaya bangsa lain. Oleh karena itu, sering kali timbul kesalahpahaman antara budaya bangsa yang satu dengan budaya bangsa yang lain. Untuk manghindari hal tersebut dibutuhkan suatu media yang menjembatani agar dapat menyelesaikan konflik atau kesalahpahaman tersebut. Salah satu caranya adalah menjadi manusia antar budaya yang nantinya dapat menjadi jembatan budaya baik pada tingkat Nasional maupun tingkat Internasional.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar